Türkİye, Politik, Dunia

Presiden Erdogan: Turki tak akan tinggalkan PM Libya sendirian

Turki bertekad tidak meninggalkan saudara-saudara Libya selama hari-hari yang sulit ini, kata Presiden Erdogan

Rhany Chaırunıssa Rufınaldo  | 25.01.2020 - Update : 25.01.2020
Presiden Erdogan: Turki tak akan tinggalkan PM Libya sendirian Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Foto file - Anadolu Agency)

Ankara

Erdogan Cagatay Zontur, Jeyhun Aliyev

Ankara

Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa Turki tidak akan meninggalkan Perdana Menteri Libya Fayez al-Sarraj sendirian dan bertekad untuk memberikan dukungan sebanyak mungkin.

"Kami bertekad untuk tidak meninggalkan saudara-saudara Libya sendirian di masa-masa sulit ini, kata Erdogan saat berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di Istanbul, Jumat.

Dia menekankan bahwa mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya bukanlah suatu pilihan, tetapi kewajiban sesuai dengan Resolusi PBB 2259.

"Turki dan Jerman memberikan prioritas pada solusi masalah melalui dialog, mendesak pihak-pihak untuk menggunakan akal sehat dan kewarasan," tambah dia.

Sementara itu, Merkel mengatakan bahwa gencatan senjata yang rapuh di Libya harus diubah menjadi permanen.

"Pasal-pasal yang disepakati pada KTT Berlin tentang Libya akan disetujui oleh Dewan Keamanan PBB," tambah dia.

Merkel menekankan bahwa pihak-pihak di Libya menyetujui rencana perdamaian 55 pasal.

"Haftar hanya menerima gencatan senjata dan menawarkan nama untuk komite militer. Tujuan pertama adalah untuk mengumpulkan para pendukung salah satu pihak sejauh ini," ujar dia.

Pada 12 Januari, pihak-pihak yang bertikai dalam konflik Libya mengumumkan gencatan senjata sebagai tanggapan atas desakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Namun, negosiasi untuk kesepakatan gencatan senjata permanen berakhir setelah Haftar meninggalkan Moskow tanpa menangani kesepakatan

Pekan lalu, Haftar menerima persyaratan konferensi Berlin untuk menunjuk lima anggota dari masing-masing pihak ke komisi militer yang diusulkan PBB untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata.

Sejak penggulingan pemerintahan Muammar Khaddafi pada 2011, dua poros kekuasaan yang saling bersaing muncul di Libya, satu di Libya Timur yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, dan satu lagi di Tripoli yang mendapat pengakuan PBB dan internasional.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.