Regional

Parlemen sipil desak Dewan Keamanan PBB lindungi warga Myanmar

Militer Myanmar terus meningkatkan penggunaan kekerasan untuk mendukung kudeta, termasuk pembunuhan pengunjuk rasa damai

Pizaro Gozali Idrus  | 05.03.2021 - Update : 07.03.2021
Parlemen sipil desak Dewan Keamanan PBB lindungi warga Myanmar Warga sipil terus berkumpul untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 28 Februari 2021. Di saat yang sama pasukan keamanan terus mengintervensi demonstran dan mulai menggunakan kekerasan. (Stringer - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw, komite yang mewakili anggota parlemen terpilih dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), meminta DK PBB menjalankan Responsibility to Protect (R2P) untuk melindungi warga Myanmar dari kekerasan junta militer.

“Kami mendesak DK PBB menjunjung tinggi R2P, sesuai dengan Piagam PBB dan bekerja sama dengan organisasi regional terkait, untuk melindungi rakyat Myanmar dari pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut,” tulis Sasa, Utusan Khusus CHRP untuk PBB, dalam suratnya yang ditujukan kepada Sekjen PBB Antonio Guteress pada Kamis malam.

R2P adalah suatu tindakan masyarakat internasional yang tidak mengenal batas wilayah kedaulatan untuk memastikan agar kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti ethnic cleansing atau genosida tidak terjadi.

Sasa mengatakan militer Myanmar terus meningkatkan penggunaan kekerasan untuk mendukung kudeta, termasuk pembunuhan pengunjuk rasa damai.

Mereka, kata Sasa, terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia serius, termasuk pelanggaran hak untuk hidup, hak kebebasan berkumpul, hak tidak ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, dan hak atas kebebasan berekspresi.

“Mendesak DK PBB menerapkan sanksi yang kuat dan bertarget - tidak hanya pada pemimpin militer tetapi juga pada perusahaan dan aset militer,” tulis Sasa.

Sasa juga menuntut DK PBB untuk menerapkan embargo senjata total terhadap militer untuk memastikan senjata tidak masuk ke wilayah yang mengalami serangan militer.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan setidaknya 61 orang tewas sejak militer melakukan kudeta di Myanmar pada 1 Februari lalu.

Fortify Rights mengatakan sedikitnya 38 tewas pada Rabu oleh kekerasan yang dilancarkan militer dan polisi Myanmar.

"Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan junta pembunuh secara sistematis meneror rakyat Myanmar," kata Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rights dalam pernyataan tertulis pada Kamis.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın