Regional

Myanmar masuk dalam daftar pengawasan pencucian uang

Myanmar adalah pusat produksi opium dan obat-obatan sintetis di Asia

Muhammad Nazarudin Latief  | 24.02.2020 - Update : 25.02.2020
Myanmar masuk dalam daftar pengawasan pencucian uang  Ilustrasi: Suasana Yangon, Ibukota Myanmar. ( İslam Yakut - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

JAKARTA (AA) – Sebuah lembaga pemantau keuangan antarpemerintah memasukkan Myanmar dalam "daftar abu-abu" kasus pencucian uang, karena negara itu dianggap gagal mengendalikan tindak kejahatan. 

Financial Action Task Force (FATF) yang berbasis di Paris mengatakan bahwa meskipun pemerintah sudah mencoba untuk menghentikan pencucian uang kelompok kriminal, namun tidak berhasil.  

Negara-negara lain dalam daftar abu-abu FATF karena gagal menghentikan aliran uang ke kelompok-kelompok teroris dan pencucian uang adalah Albania, Barbados, Jamaika, Mauritius, Nikaragua, dan Uganda.

FATF memerintahkan negara-negara ini untuk mengambil langkah-langkah menghindari hukuman finansial lebih lanjut.

Myanmar adalah pusat produksi opium dan obat-obatan sintetis di Asia. 

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menyebutkan dalam sebuah pada laporan awal bulan ini, bahwa perdagangan ilegal bernilai miliaran dolar tiap tahun.

Myanmar sudah mengesahkan undang-undang untuk mengendalikan pencucian uang dan aturan baru pengiriman uang berbasis uang tunai, melaporkan.

Selain narkoba, penambangan dan penebangan batu giok ilegal juga merupakan masalah besar di negara ini.

Kyaw Win Thein, yang mewakili Myanmar pada pertemuan FATF pekan lalu, mengatakan bahwa mereka memiliki rencana implementasi strategis untuk melawan pencucian uang.

Jika suatu negara masuk dalam daftar abu-abu, itu artinya berarti kegiatan keuangan Myanmar akan lebih banyak diawasi. Hal ini akan memengaruhi akses pinjaman ke lembaga asing, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

UNODC mengatakan penanaman opium di Myanmar terus menurun, namun produksi obat-obatan sintetis, seperti metamfetamin, melonjak.

Meski demikian, organisasi criminal masih bisa menghasilkan sekitar US D1 miliar per tahun dari penjualan opium ke luar negeri.

Kelompok-kelompok criminal internasional ini memanfaatkan konflik di wilayah perbatasan untuk melaksanakan operasi mereka.

Pemerintah Myanmar menggelar pembicaraan damai dengan 10 kelompok etnis bersenjata selama lima tahun terakhir, tetapi tidak ada kemajuan. Beberapa kelompok etnis bersenjata lain bahkan belum pernah berdialog dengan pemerintah.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın