Regional

Mahathir desak PM Muhyiddin mundur di tengah krisis politik Malaysia

Anggota parlemen dari Langkawi itu mengatakan Muhyiddin telah berbohong kepada parlemen terkait pencabutan Ordonan Darurat Covid-19

Pizaro Gozali Idrus  | 29.07.2021 - Update : 30.07.2021
Mahathir desak PM Muhyiddin mundur di tengah krisis politik Malaysia Mahathir Mohamad Mantan Perdana Menteri Malaysia serta Ketua Umum Partai Politik PEJUANG menggelar konferensi pers resmi di Yayasan Kepimpinan Perdana, di Putrajaya, Malaysia pada 3 September 2020. Dalam sambutannya, ia menyebutkan kepada anggota media tentang tujuan utama pembentukan partai politik baru (PEJUANG) yang akan lebih fokus pada nasib orang Melayu di Malaysia daripada berfokus pada siapa yang akan memerintah kemudian Pemerintah. ( Syaiful Redzuan - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

JAKARTA 

Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad mendesak Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan menteri-menteri kabinetnya mengundurkan diri.

Anggota Parlemen dari Langkawi itu mengatakan Muhyiddin telah berbohong kepada parlemen terkait pencabutan Ordonan Darurat Covid-19.

“Dia tahu dia tidak memiliki kekuasaan untuk mencabut peraturan itu tetapi tetap membuat pengumuman ketika kekuatan hanya ada di tangan Yang di-Pertuan Agong selama keadaan darurat,” ucap Mahathir dalam pernyataannya, Kamis.

Meskipun Muhyiddin tidak mengumumkan langsung pembatalan Ordinansi Darurat pada 26 Juli karena itu dilakukan oleh Menteri Parlemen dan Hukum Takiyuddin Hassan, kata Mahatir, Muhyiddin tetap tidak bisa cuci tangan.

“Muhyiddin juga tidak memberikan penjelasan di hari-hari berikutnya. Muhyiddin dan anggota kabinet lainnya bertanggung jawab atas tindakan memalukan ini," kata Mahathir.

Parlemen Malaysia menunda pembahasan ini hingga Senin di tengah krisis politik ini akibat menemukan adanya infeksi Covid-19 di dalam gedung dewan.

Putusan ini pun direspons tokoh oposisi Anwar Ibrahim sebagai langkah untuk menjegal pembahasan mosi tidak percaya kepada Muhyiddin Yassin.

Selain Anwar dan Mahathir, parpol terbesar Malaysia UMNO juga mendesak Muhyiddin untuk mundur.

Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mengatakan situasi politik yang tidak stabil dapat membahayakan upaya untuk pemulihan ekonomi Malaysia dan memerangi pandemi COVID-19.

“Saya ingin menekankan bahwa pemerintah masih memiliki dukungan lebih dari 110 anggota parlemen,” kata Ismail.

“Untuk itu, saya berharap masyarakat tetap tenang menghadapi situasi saat ini dan bersama-sama kita berdoa agar gejolak politik ini cepat berakhir,” tambah dia.

Hingga berita ini diturunkan, Muhyiddin masih terus melakukan koordinasi dengan jajaran menteri di kediamannya.

Malaysia kembali jatuh dalam krisis politik setelah Yang di-Pertuan Agong pada Kamis menyampaikan kritik atas langkah pemerintah mengumumkan pencabutan regulasi darurat Covid-19 atau Ordinan Darurat secara sepihak tanpa melalui persetujuan Agong.

Dalam sebuah pernyataan, Raja juga menyatakan kekecewaannya karena pencabutan peraturan itu tidak disampaikan melalui mekanisme Parlemen oleh pemerintah.

Seketaris Istana Negara Ahmad Fadil Shamsuddin mengatakan dalam pernyataannya bahwa Konstitusi Federal dengan jelas menyatakan bahwa kekuasaan untuk memberlakukan dan mencabut peraturan darurat berada di tangan Raja.

“Dalam hal ini, Yang Mulia menyatakan kekecewaan atas pernyataan 26 Juli di parlemen bahwa pemerintah telah mencabut semua Ordinan Darurat yang telah diumumkan Raja selama masa darurat, meskipun Yang Mulia belum menyetujui pencabutan itu,” kata Ahmad Fadli.

Agong, sambung Ahmad Fadli, menegaskan tindakan kontradiktif pemerintah itu tidak hanya gagal menghormati prinsip supremasi hukum tapi juga telah mengabaikan fungsi kekuasaan Agong sebagai kepala negara.

Kritik terbuka Raja kepada pemerintahan Muhyiddin Yassin merupakan yang pertama kalinya sejak perdana menteri Malaysia itu naik ke tampuk kekuasaan sejak Maret tahun lalu.

Malaysia adalah negara monarki konstitusional di mana raja memiliki peran seremonial, melaksanakan tugasnya dengan saran dari perdana menteri dan kabinet.

Tetapi raja juga memiliki kekuatan untuk memutuskan apakah keadaan darurat harus diberlakukan.

Sebelumnya, pemerintah Malaysia mengumumkan pelaksanaan beberapa ordonansi darurat selama masa Proklamasi Darurat yang berisi soal regulasi untuk mengekang Covid-19 dan aturan bagi pelanggar protokol Kesehatan.

Senin lalu, Menteri Hukum Malaysia Takiyuddin Hassan tiba-tiba menyampaikan di parlemen bahwa pemerintah telah mencabut Ordonansi Darurat Covid-19 sejak 21 Juli.

Takiyuddin juga mengatakan pemerintah tidak akan meminta raja untuk memperpanjang keadaan darurat ketika berakhir pada 1 Agustus.

Hal ini pun langsung memicu polemik di antara anggota parlemen dari partai-partai oposisi karena mereka tidak dilibatkan dalam keputusan itu.


Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın