Regional

Dua mantan presiden Filipina tersandung dugaan penyelewengan perjanjian air

Perjanjian konsensi air pada 1997 dilakukan oleh kontraktor Manila Water dan Maynilad sebagai pemegang hak distribusi air di Metro Manila dan daerah sekitarnya

Pizaro Gozali İdrus  | 11.12.2019 - Update : 12.12.2019
Dua mantan presiden Filipina tersandung dugaan penyelewengan perjanjian air Ilustrasi: Bendera Filipina

Jakarta Raya

JAKARTA

Pemerintah Filipina membuka peluang untuk menuntut mantan Presiden Fidel V. Ramos dan Gloria Macapagal-Arroyo dalam kasus penyelewengan perjanjian konsensi air pada 1997 silam, lansir Inquirer pada Selasa. 

“Jika mereka bagian dari konspirasi. Tetapi jika tidak, mereka tidak dapat dimasukkan [dalam dakwaan],” kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo dalam konferensi pers pada Selasa.

Perjanjian konsesi air pada 1997 dilakukan oleh kontraktor Manila Water dan Maynilad sebagai pemegang hak distribusi air di Metro Manila dan daerah sekitarnya.

Presiden Rodrigo Duterte sebelumnya mengatakan ingin berbicara lebih dulu dengan para pemegang konsesi air dan pengacara pemerintah yang menyiapkan kontrak.

Departemen Kehakiman Filipina mengklaim perjanjian ini tidak menguntungkan pemerintah dan konsumen.

Perjanian konsesi air dibuat saat pemerintahan Ramos. Manila Water dan Maynilad adalah dua perusahaan yang mengantongi kontrak untuk mendistribusikan air di kota metropolitan dan bagian-bagian dari provinsi Cavite dan Rizal.

Dua perusahaan tersebut menandatangani perjanjian konsesi selama 25 tahun dengan Metropolitan Waterworks and Sewerage System (MWSS), yang kemudian dikepalai Menteri Pekerjaan Umum Gregorio Vigilar.

Namun MWSS harus menghentikan pendistribusian air karena hanya dapat menyediakan air 65 persen untuk konsumen di sekitar Manila dengan rata-rata hanya 16 jam setiap hari.

Distribusi itu juga terganggu oleh pencurian air lebih dari 50 persen.

Penawaran konsesi

Namun, berdasarkan kesepakatan konsesi, pemerintah dilarang ikut campur dalam menetapkan tarif air.

Aturan tersebut digunakan oleh kedua perusahaan saat mengajukan gugatan terhadap pemerintah di Pengadilan Arbitrase yang berpusat di Singapura.

Bulan lalu, pengadilan memberikan Manila Water sebesar Peso (PHP) 7 miliar atau sekitar Rp2 triliun sebagai ganti rugi atas pendapatan yang hilang usai pemerintah memblokir kenaikan sebesar PHP5,83 per meter kubik sebagai biaya dasar untuk 2013-2017.

Pengadilan internasional juga memerintahkan pemerintah pada 2017 untuk membayar uang senilai PHP3,6 miliar kepada Maynilad karena perusahaan itu tidak dapat menaikkan tarif air selama lima tahun.

Padahal kontrak tersebut memungkinkan pemegang konsesi untuk menaikkan tarif setiap lima tahun.

Di bawah pemerintahan Arroyo, perjanjian konsesi Maynilad selama 25 tahun akan berakhir pada 2022 tetapi diperpanjang pada April 2010 hingga 2037, setelah perusahaan diwajibkan untuk meningkatkan dan mempercepat investasi air limbahnya.

Perjanjian Manila Water juga akan berakhir pada 2022 tetapi diperpanjang pada 2009 hingga 2037.


Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.