Nasional

Pergeseran musim tanda perubahan iklim

Warga Jakarta menyumbang hampir 40 juta emisi setiap tahunnya

Hayati Nupus  | 02.05.2018 - Update : 02.05.2018
Pergeseran musim tanda perubahan iklim Seorang pria mengayuh perahu dengan tangan untuk mencapai rumahnya di desa Sriwulan, kecamatan Sayung di kabupaten Demak, Jawa Tengah, Indonesia pada 2 Februari 2018. Kantor Kelautan dan Perikanan setempat mengatakan bahwa banjir pasang disebabkan oleh abrasi pantai karena ke hutan bakau yang menghilang selama 20 tahun terakhir. Perubahan iklim juga menyebabkan permukaan air laut naik sekitar 4 mm per tahun, karena tutup es mencair dan lautan menjadi hangat dan mengembang. ( Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Pemerintah mengatakan pergeseran musim menjadi salah satu penanda terjadinya perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengatakan saat ini musim kemarau menjadi lebih panjang mengakibatkan kekeringan meluas, krisis air bersih, menurunnya produksi pertanian akibat gagal panen dan kebakaran hutan.

“Bukti-bukti perubahan iklim itu sudah terjadi di berbagai belahan dunia, pemanasan global mengakibatkan meningkatnya suhu bumi,” tegas Bambang, dalam diskusi Pojok Iklim: Tanggap Darurat Bencana Iklim, Rabu, di Jakarta.

Bambang memetakan beberapa faktor penyebab terjadinya pemanasan global. Yaitu aktivitas penebangan hutan, penggunaan alat-alat yang menghasilkan karbon tinggi, kejadian bencana alam seperti gunung berapi, el Nina di lautan dan radiasi sinar matahari.

“Ini isu global yang harus ditangani bersama,” kata Bambang.

Indonesia, ujar Bambang, telah meratifikasi Kesepakatan Paris soal perubahan iklim. Indonesia telah berkontribusi menurunkan emisi karbon global sebanyak 29 persen dari sumber daya sendiri dan 41 persen dari bantuan luar negeri.

Warga kota penyumbang emisi terbesar

Sementara itu peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Harry Purnomo mengatakan Indonesia menyumbang emisi dalam jumlah besar setiap tahunnya. Di antaranya emisi yang dikeluarkan lewat transportasi, aktivitas bernapas, peternakan sapi hingga perkebunan sawit di Sumatra dan Kalimantan.

Penyumbang emisi terbesar itu, kata Harry, adalah warga kota besar di Indonesia. Warga Jakarta misalnya, menyumbang 3,9 ton karbondioksida per orang tiap tahunnya.

Warga Bekasi menyumbang 2,5 ton karbondioksida per orang tiap tahunnya, sementara warga Bogor menyumbang 1,9 ton karbondioksida per orang tiap tahunnya.

“Jumlah penduduk Jakarta sekitar 10 juta orang, artinya Jakarta saja menyumbang hampir 40 juta karbondioksida setiap tahunnya, ini sangat signifikan,” kata Harry.

Harry menekankan pentingnya membawa isu perubahan iklim global ini ke tingkat individu. Membangun kesadaran tiap individu untuk berupaya mengurangi dampak perubahan iklim dari hal paling kecil.

“Misalnya mengganti kendaraan pribadi dengan menaiki kendaraan umum, ada LRT, MRT, juga menggunakan sepeda,” kata Harry.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.