Regional

Warga eks Timor Timur hidup memprihatinkan

Anak-anak eks Timor-Timur kesulitan mendapat akses pendidikan

Pizaro Gozali İdrus  | 13.07.2018 - Update : 14.07.2018
Warga eks Timor Timur hidup memprihatinkan Organisasi marsyarakat sipil menggelar diskusi 10 Tahun Laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia dan Timor Leste di Jakarta pada 13 Juli 2018. (Pizaro Gozali - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Pizaro Gozali

JAKARTA

Kondisi warga eks Timor Timur yang hidup Indonesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan dari mereka adalah warga yang dibawa aparat keamanan Indonesia di antara tahun 1976 hingga 1999.

Akivis Timor Leste Isabelinha de Jesus Pinto mengatakan para korban banyak hidup di pelosok daearah yang tersebar dari mulai Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.

“Di Kalimantan Timur hidup mereka kasihan. Tinggal di rawa-rawa dan tidak bisa baca tulis,” ujar Isabelinha dalam diskusi bertajuk 10 Tahun Laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia dan Timor Leste di Jakarta, Jumat.

Isabelinha sendiri juga anak perempuan yang dipisahkan secara paksa dari kedua orang tuanya di Timor Timur pada tahun 1979.

Dia diambil dari tempat tinggalnya di distrik Viqueque, Timor Timur, dan dibawa ke Bekasi, Jawa Barat, untuk diangkat anak oleh seorang tentara Indonesia.

Isabelinha menuturkan banyak para warga yang dibawa paksa TNI itu kini telah memiliki anak di Indonesia.

Anak-anak itu kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Sekalipun dapat bersekolah, mereka serba kekurangan.

“Orangtua mereka kerap menelepon untuk meminta bantuan seragam dan buku,” jelas Isabelinha.

Lain lagi dengan kondisi warga eks Timor Timur di Makassar. Isabelinha mengaku ada seorang ayah yang terpaksa memberikan anak-anaknya kepada orang lain untuk diadopsi.

“Kita juga kerap membantu untuk kesehatan. Mereka kalau mau berobat tidak punya duit,” tambah Isabelinha.

Isabelinha berharap pemerintah Indonesia mau membantu kehidupan mereka. “Mereka bisa dibantu untuk memulihkan ekonominya,” jelas Isabelinha.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada ribuan kasus anak-anak Timor Timur yang dibawa paksa ke Indonesia.

Namun, Kepala Divisi Pemantauan Kontras Fer Kusuma menilai upaya pemerintah mempertemukan mereka kembali dengan keluarganya sangat minim.

Padahal pada 2016, Presiden Joko Widodo pernah mendatangi Timor Leste dan meneguhkan upaya hubungan kedua negara, termasuk dengan para korban.

Indonesia juga sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Implementasi Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste sebagai landasan hukum pelaksanaan pemberian bantuan.

“Tetapi sampai hari ini, langkah itu tidak konkret,” jelas Feri.

Feri meminta pemerintah Indonesia berperan aktif dalam membantu warga eks Timor Timur sebagaimana rekomendasi KKP yang telah dikeluarkan sejak 10 tahun lalu.

Pemerintah juga dituntut untuk terlibat aktif mencari warga eks Timor Timur yang hilang untuk dipertemukan dengan keluarganya di Timor Leste.

“Selama tiga tahun pemerintah hanya bantu proses administrasinya. Tapi tidak dalam pencarian,” ujar Feri.

Tanggal 15 Juli 2018 menandai 10 tahun diserahkannya laporan akhir berjudul Per Memoriam Ad Spem (Melalui Kenangan Menuju Harapan) oleh KKP Indonesia dan Timor-Leste.

KKP merupakan satu-satunya komisi bilateral di dunia yang memiliki mandat memperkokoh perdamaian dan persahabatan kedua negara melalui pengungkapan kebenaran atas kekerasan di Timor-Timur pada tahun 1999.

KKP telah merekomendasikan lima hal yang harus dilakukan kedua pemerintah, yakni reformasi kelembagaan, kebijakan perbatasan dan keamanan bersama, pusat dokumentasi dan resolusi konflik, persoalan ekonomi dan aset, serta pembentukan komisi untuk orang-orang hilang.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın