Nasional

Usai KPK geledah rumahnya, Dirut PLN yakin masih berstatus saksi

KPK menggeledah rumah Sofyan terkait dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama untuk membangun PLTU Riau-1

Shenny Fierdha Chumaira  | 16.07.2018 - Update : 17.07.2018
Usai KPK geledah rumahnya, Dirut PLN yakin masih berstatus saksi Ilustrasi: Pembangkit tenaga listrik. (Foto File - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Shenny Fierdha

JAKARTA

Direktur Utama PLN Sofyan Basir menegaskan bahwa status hukumnya masih saksi, menyusul penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumahnya pada Minggu.

Dia mengaku tidak menyangka bahwa rumahnya yang bertempat di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, digeledah terkait dengan kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 di Provinsi Riau, yang telah menyeret seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan satu orang pihak swasta.

"Status hukum saya masih saksi. Saat penggeledahan, saya sedang tidak berada di rumah. Saya kaget," ucap Sofyan dalam konferensi pers resmi yang digelar di PLN menyusul penggeledahan oleh KPK tersebut di kantor pusat PLN, Jakarta, Senin sore.

Sofyan menegaskan bahwa dia menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap dirinya dengan menegaskan asas praduga tak bersalah.

"Proses penggeledahan dilakukan dengan baik, terbuka. Kami bangga dengan cara kerja profesional yang dilakukan oleh KPK dari awal sampai akhir," ungkap Sofyan.

Dia mengatakan bahwa dari penggeledahan rumahnya tersebut, KPK menyita sejumlah fotokopi dokumen terkait dengan PLTU Riau-1.

Sofyan menjelaskan bahwa dia kerap membawa dokumen ke rumahnya untuk dibaca dan dikaji lebih lanjut karena tidak sempat dibaca di kantor.

"Itu juga dokumen umum, dokumen yang bisa dibuka ke publik. Bukan dokumen rahasia. Itulah yang diperiksa dan dibawa KPK. Terkait itu [PLTU Riau-1] saja," jelas Sofyan.

Pada Minggu malam, KPK menggeledah rumah Sofyan terkait dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 bertenaga 35 ribu megawatt.

KPK sendiri sudah menetapkan dua orang tersangka terkait kasus tersebut, yakni Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Eni Maulani Saragih dan pemegang saham perusahaan Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

Eni diduga menerima total suap sebesar Rp 4,8 miliar yang diduga sebagai commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek. Sedangkan Johannes diduga berperan sebagai pemberi suap.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.