Nasional

Tertipu propaganda Daesh: Mencari terang, terjebak perang

Kehidupan di Suriah tak seperti yang dijanjikan dalam laman-laman propaganda Daesh di internet

Hayati Nupus  | 24.05.2018 - Update : 25.05.2018
Tertipu propaganda Daesh: Mencari terang, terjebak perang Salah satu korban propaganda Daesh menuturkan kisah pahitnya dalam diskusi "Terjebak Propaganda ISIS?" di Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018. (Hayati Nupus - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Bunga, bukan nama sebenarnya, tak pernah menyangka akan tertipu oleh propaganda Daesh sehingga nasibnya -- juga keluarganya -- kemudian terkatung-katung di negeri orang.

Kepincut propaganda soal negeri Islam yang indah, adil dan sejahtera, pada penghujung 2015 lalu Bunga bersama seluruh keluarganya memutuskan untuk menjual aset tanah beserta rumah, lantas terbang ke Suriah, wilayah yang diklaim Daesh di Timur Tengah.

“Katanya di sana anak-anak bersekolah dengan gratis, ada pekerjaan dengan gaji tinggi, pokoknya kehidupan terjamin, seperti di zaman Rasulullah,” ungkap Bunga, beberapa waktu lalu, dalam diskusi “Terjebak Propaganda ISIS?” di Jakarta.

Gambaran keindahan dan kesejahteraan Suriah diperoleh Bunga lewat media sosial pada 2014. Di laman internet itu tertulis soal betapa sempurnanya kehidupan Islami di negeri Daesh, berikut testimoni orang yang mengaku pengikut Daesh.

Propaganda itu menyebutkan bahwa seluruh kebutuhan hidup di sana akan diberikan secara gratis, tak ada kewajiban perang, biaya kepindahan dari negeri asal akan diganti sepenuhnya, bahkan utang-utang yang terlanjur ada akan dilunasi.

Jika dikaitkan dengan hadis yang menyebutkan bahwa akan ada negara Syam di akhir zaman, di mana khilafah akan tegak kembali ke masa Muhammad, ujar Bunga, apa yang dijanjikan itu tampak benar adanya.

“Kami percaya begitu saja. Kami melihat, negeri yang mereka janjikan bisa memberi apa yang kami butuhkan. Kehidupan 100 persen sesuai Islam semasa Rasulullah. Keduniawian dapat, akhirat juga dapat,” tutur Bunga.

Kondisi itu sungguh berbeda dengan apa yang Bunga hadapi di Indonesia, di mana akses kesehatan terbatas, pendidikan mahal dan biaya hidup tinggi. Maka keputusan untuk berangkat ke Suriah sudah bulat. Tak bisa ditawar lagi.

Daesh tak sesuai ajaran Islam

Saat menginjakan kaki di Suriah, Bunga dan keluarga tak mendapati negeri Islami seperti yang digambarkan lewat media sosial. Boro-boro sekolah gratis, pekerjaan layak, dan kehidupan sejahtera, Suriah kacau balau dan kotor karena perang. Lebih lagi, perlakuan pengikut Daesh semena-mena.

“Ketika kami sampai di sana, ternyata semua yang dijanjikan itu bohong. Kami lihat perilaku orang-orang Daesh tak seperti yang ditampilkan dalam propaganda. Tak ada kasih sayang, yang ada justru kezaliman,” ungkap Bunga.

Pengikut Daesh, ujar Bunga, justru tak segan-segan menyiksa orang lain, bahkan sesama Muslim. Mereka membunuh orang yang memutuskan kabur dan lepas dari Daesh, kemudian memajang kepalanya untuk dipamerkan di alun-alun.

“Perilaku mereka justru bertolak belakang dengan ajaran Islam,” tegas Bunga.

Daesh juga menerapkan serangkaian aturan bagi warga, berikut sanksinya. Semisal perempuan harus mengenakan pakaian tertutup hingga ke mata, laki-laki wajib mengenakan celana cingkrang dan memanjangkan janggut.

Jika aturan itu tak dilaksanakan, aparat Daesh tak segan-segan menangkap dan mencambuk mereka. Jika ingin keluar dari tahanan, keluarga harus membayar tebusan dengan jumlah tak sedikit.

“Saya shock, saya melihat dengan kepala saya sendiri bagaimana perlakukuan semena-mena orang-orang Daesh itu terhadap sesama Muslim,” ujar Bunga.

Bunga bahkan pernah merasakan sendiri menjadi tangkapan aparat Daesh. Alasannya, karena dia hanya mengenakan kerudung biasa, tanpa penutup mata.

Aparat memaksa Bunga untuk membeli pakaian yang dianggap sesuai dengan hukum Islam, harganya mencapai 10.000 Pound Suriah, atau sekitar Rp275.000. Jumlah yang terlalu mahal, menurut Bunga.

“Di propaganda mereka bilang semuanya gratis, kenapa kemudian kami ditodong untuk membayar,” ujar dia.

Kembali ke Indonesia

Merasa terjebak, Bunga dan keluarga berupaya menutup diri, sambil mencoba mencari jalan untuk kabur. Upaya itu tak mudah karena jika ketahuan, Daesh tak segan-segan untuk membunuh mereka.

“Orang yang kabur mereka anggap murtad, dan darahnya lebih halal ketimbang kafir,” kata Bunga.

Berkat bantuan warga setempat, Bunga sekeluarga bisa keluar dan jebakan itu, setelah melewati perjalanan panjang selama 1 tahun 10 bulan.

Juga berkat bantuan pemerintah Indonesia, Bunga sekeluarga kembali menapaki tanah air pada Agustus tahun lalu, bersama 17 orang lainnya.

“Alhamdulillah sekarang sudah di Indonesia dan dalam tahap reintegrasi dengan masyarakat,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat C-SAVE Mira Kusumarini mengatakan dari puluhan ribu pejuang Daesh di Suriah, lebih dari 1.000 di antaranya merupakan warga negara Indonesia.

Bunga, kata Mira, terhitung lebih beruntung, meski telah menempuh perjalanan pahit. Dia sekeluarga berangkat ke Suriah tak sepenuhnya dengan alasan ideologi. Dengan begitu proses deradikalisasi lebih mudah dilakukan.

“Bagi mereka yang sudah terdoktrin ideologi Daesh dan berangkat ke Suriah dalam kondisi siap mati, deradikalisasi itu tidak mudah. Perlu proses panjang,” ujar Mira.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın