Walhi: Pemerintah inkonsisten dalam proyek BRI
Inkonsistensi tersebut terlihat dari masih adanya 4 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan batu bara yang pemerintah tawarkan kepada China untuk dibiayai dari total 28 proyek strategis

Jakarta Raya
Iqbal Musyaffa
JAKARTA
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai pemerintah inkonsisten dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang bekerja sama dengan pemerintah China.
Menurut Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono, inkonsistensi tersebut terlihat dari masih adanya 4 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan batu bara yang pemerintah tawarkan kepada China untuk dibiayai dari total 28 proyek strategis.
“Padahal Menko Luhut menyebutkan proyek yang dibangun harus ramah lingkungan tanpa terkecuali,” jelas Yuyun dalam diskusi di Jakarta, Senin.
Keempat proyek PLTU yang ditawarkan pemerintah kepada China antara lain PLTU Tanah Kuning-Mangkupadi di Kalimantan Utara, dua PLTU Mulut Tambang di Kalimantan Selatan dan Tenggara, serta PLTU Ekspansi Celukan Bawang Bali 2.
“Pemerintah harusnya tidak menawarkan proyek-proyek itu karena tidak memenuhi syarat ramah lingkungan,” tegas dia.
Yuyun menilai pemerintah tidak punya sensitivitas terhadap lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Dia menambahkan selain menawarkan proyek PLTU yang menghasilkan energi kotor hasil pembakaran batu bara, pemerintah juga menawarkan sejumlah proyek energi bersih seperti PLTA.
“Meskipun ada juga proyek PLTA yang ditawarkan, perlu dilihat apakah bermanfaat bagi masyarakat dan prosesnya berjalan benar,” tambah Yuyun.
Dia menambahkan berdasarkan advokasi yang dilakukan Walhi, masih banyak proyek yang dibangun tidak melalui proses pengkajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang benar.
“Banyak proses yang tidak benar seperti kajian Amdal yang dipalsukan, tidak adanya konsultasi dengan masyarakat, dan juga pengabaian dampak sosial yang harus ditanggung masyarakat,” imbuh Yuyun.
Sementara itu, Koordinator Kampanye Walhi Edo Rahman mengatakan pemerintah mengaku keterlibatannya dalam proyek BRI hanya sebatas pada studi kelayakan dan penyusunan Amdal.
Kemudian untuk proyek-proyek yang dikerjasamakan menggunakan skema Business to Business (BtoB) antara perusahaan Indonesia dan perusahaan China.
“Pertanyaannya apakah keterlibatan pemerintah dalam studi kelayakan sudah dilakukan dengan baik?,” ketus Edo.
Dia mengatakan Walhi banyak menemukan proses pembuatan Amdal dan studi kelayakan yang dilakukan tidak secara profesional karena dianggap tidak penting.
“Proses pembuatan Amdal sampai terbit izin lingkungan ada yang menggunakan pemalsuan tandatangan ahli,” ungkap Edo.
Edo menambahkan proses pembuatan Amdal dan studi kelayakan tidak bisa dilakukan sembarangan karena mengejar waktu, sehingga mengabaikan kualitas.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.