Wapres AS sebut kesepakatan Rusia-Ukraina tak akan buat siapa pun sangat bahagia
Wapres AS JD Vance mengatakan pertemuan Putin-Zelenskyy sebelum pertemuan yang dijadwalkan dengan Trump tidak akan 'produktif'

ISTANBUL
Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance pada Minggu mengatakan bahwa kesepakatan apa pun yang dinegosiasikan antara Rusia dan Ukraina [di luar partisipasi AS] tidak akan "membuat siapa pun sangat senang," karena pemerintahan Trump sedang berupaya mengatur pertemuan trilateral antara kedua pemimpin tersebut.
"Baik Rusia maupun Ukraina, kemungkinan besar, pada akhirnya, akan merasa tidak senang dengan hal ini," ujar Vance kepada Fox News.
Dia mengatakan pemerintahan Trump sedang mengupayakan "penyelesaian yang dinegosiasikan agar Ukraina dan Rusia dapat hidup berdampingan, di mana mereka dapat hidup relatif damai, dan pertumpahan darah berhenti."
Vance mengatakan hambatan diplomatik telah diatasi, dan Presiden Donald Trump mengamankan persetujuan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
"Salah satu kebuntuan paling penting adalah pernyataan Vladimir Putin yang menyatakan bahwa dia tidak akan pernah duduk bersama Zelenskyy," kata Vance. "Dan presiden kini harus mengubahnya [keputusannya]."
Pemerintahan sekarang sedang menyusun jadwal pertemuan ketiga pemimpin, kata Vance, sementara Trump dan Putin akan membahas perang tersebut dalam pertemuan hari Jumat di negara bagian Alaska, AS.
Ketika ditanya apakah Putin harus bertemu Zelenskyy sebelum dia bertemu Trump, Vance mengatakan dia tidak berpikir hal itu akan "produktif."
"Saya pikir pada dasarnya, Presiden Amerika Serikat harus menjadi orang yang bisa menyatukan kedua ini," ujar dia.
Putin pada Kamis mengatakan bahwa dia tidak menentang pertemuan trilateral dengan Zelenskyy, tetapi syarat-syarat yang diperlukan harus dipenuhi. NBC News melaporkan pada Minggu bahwa Gedung Putih mungkin akan mengundang pemimpin Ukraina tersebut ke Alaska.
AS berhati-hati terhadap tarif China
AS berhati-hati dalam mengenakan tarif terhadap China serupa dengan yang dikenakan pada India atas pembelian minyak Rusia.
Ketika ditanya apakah Trump akan menerapkan langkah serupa terhadap China, Vance mengatakan, "Presiden memang mengatakan sedang mempertimbangkannya, tetapi belum mengambil keputusan pasti."
"Jelas, masalah China sedikit lebih rumit, karena hubungan kami dengan China memengaruhi banyak hal lain yang tidak ada hubungannya dengan situasi Rusia," ungkap dia.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan pada bulan Juli bahwa AS tidak akan bersaing dengan China dalam hal kedaulatan terkait pembelian minyak Rusia, dan mengakui bahwa Beijing menganggap kedaulatan "sangat serius".
Trump menaikkan tarif India menjadi 50 persen dari tarif yang diumumkan sebelumnya sebesar 25 persen, menuduh New Delhi mengambil untung dari pembelian minyak Rusia.
Dia mengancam akan mengenakan tarif sekunder 100 persen pada negara-negara yang menjalin perdagangan dengan Rusia tanpa adanya resolusi terhadap konflik Ukraina.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.