Tingkat polusi dan emisi SO2 di India mengkhawatirkan
Greenpeace merujuk pada data NASA untuk menunjukkan bahwa penghasil emisi sulfur dioksida terbesar di dunia itu mempertaruhkan nyawa melalui kualitas udara yang buruk

Ankara
Zeynep Beyza Kilic
ANKARA
Greenpeace pada Senin menyatakan bahwa India adalah penghasil sulfur dioksida (SO2) terbesar di dunia, salah satu pencemar utama yang berkontribusi terhadap kematian akibat polusi udara secara global.
Alasan utama penyebab tingginya emisi di India adalah perluasan pembangkit listrik berbasis batubara yang dilakukan selama satu dekade terakhir.
India memiliki lebih dari 15 persen dari total seluruh titik panas SO2 antropogenik di dunia, yang terdeteksi oleh satelit Instrumen Pemantauan Ozon NASA.
Sumber SO2 terbesar di atmosfer adalah pembakaran bahan bakar fosil di pembangkit listrik dan fasilitas industri lainnya.
Pembangkit listrik yang membakar batu bara dan minyak bersama dengan kilang bertanggung jawab atas dua pertiga dari emisi SO2 yang terlacak oleh NASA.
Sumber emisi SO2 yang lebih kecil mencakup proses industri seperti ekstraksi logam dari bijih, sumber alami seperti gunung berapi serta lokomotif, kapal, alat berat dan kendaraan lain yang membakar bahan bakar dengan kandungan sulfur tinggi.
Sementara itu, tambah Greenpeace, penghasil emisi SO2 terbesar kedua di dunia ditempati oleh Rusia, di mana pabrik peleburan logam Norilsk di negara itu bertanggung jawab atas sejumlah besar polusi.
Menurut analisis Greenpeace, hingga sekitar satu dekade lalu, China, yang memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar di dunia, merupakan penghasil SO2 terbesar di dunia, tetapi sekarang negara itu berada di peringkat ketiga.
China telah berhasil mengurangi emisi secara dramatis dengan meningkatkan standar emisi dan menegakkan kontrol SO2.
Meksiko dan Iran juga masuk dalam lima besar penghasil emisi SO2 terbesar di dunia, sebagian besar karena ladang minyak yang dimiliki masing-masing negara.
"Warga negara di kawasan titik panas emisi di seluruh dunia sebaiknya berhenti berinvestasi dalam bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih aman dan lebih berkelanjutan sambil mengurangi dampak dari fasilitas polusi yang ada dengan mengadopsi standar emisi yang lebih ketat," kata Greenpeace.