Dunia

PM Pakistan berkunjung ke Amerika

Analis memperkirakan pembicaraan kedua negara akan fokus pada Afghanistan dan kerja sama anti-kelompok militan

Muhammad Nazarudin Latief  | 21.07.2019 - Update : 21.07.2019
PM Pakistan berkunjung ke Amerika Perdana Menteri Pakistan Imran Khan. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Aamir Latif

KARACHI, Pakistan

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berangkat ke Amerika Serikat untuk kunjungan kerja pertama kalinya, pada Sabtu.

Kunjungan ini diharapkan akan meredakan ketegangan diplomatik yang meningkat, terutama soal Afghanistan.

Untuk pertama kalinya, para pemimpin militer Pakistan, termasuk panglima militer Jenderal Qamar Javed Bajwa, Kepala Inter Services Intelligence (ISI), Jenderal Faiz Hameed ikut dalam rombongan dan akan mengadakan pembicaraan dengan pejabat pemerintahan Trump.

Selama kunjungan tiga hari itu, Khan akan melakukan pertemuan dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Senin.

Bajwa akan mengunjungi Pentagon, menemui ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, membahas proses rekonsiliasi yang sedang berlangsung di Afghanistan.

Kunjungan Khan ini dilakukan setelah Pakistan memberikan tindakan tegas pada kelompok militan terutama Jamaat ud Dawah (JuD).

Petinggi kelompok ini, Hafiz Saeed, ditangkap atas tuduhan pendanaan teror -sebuah langkah yang dipuji oleh Trump.

Selain Saeed, para pemimpin Jaish-e-Mohammad (JeM), Lashkar-e-Taiba (LeT), dan Yayasan Falah-e-Insaniat - organisasi amal yang berafiliasi dengan JuD – juga diproses karena diduga mengelola aset yang terkait dengan pembiayaan teror.

Pemerintah juga memproses beberapa sekolah yang terkait dengan kelompok-kelompok tersebut di seluruh Pakistan.

“Dia [Khan] mengunjungi AS dalam suasana yang berbeda. Tidak seburuk yang terjadi pada para pendahulunya selama satu dekade terakhir, ” ujar Tauseef Ahmad Khan, seorang analis politik yang berbasis di Karachi, pada Anadolu Agency.

Tindakan keras pada kelompok-kelompok militan, menurut dia menunjukkan bahwa kepemimpinan sipil dan militer negara itu akhirnya memutuskan untuk membuang dukungan kepada militan, yang sebelumnya tidak demikian.

“Untuk pertama kalinya, kepemimpinan militer dan sipil negara berada pada halaman yang sama berkaitan dengan tindakan terhadap kelompok-kelompok militan, terlepas dari fakta mereka baik atau buruk [untuk negara]. Washington telah memperhatikan itu."

"Sayangnya, ini tidak terjadi di masa lalu karena pemerintah sebelumnya tidak memiliki dukungan dari militer untuk melakukan tindakan terhadap kelompok-kelompok ini."

Pembicaraan tentang Afghanistan 

Zafar Nawaz Jaspal, seorang profesor Hubungan Internasional di Universitas Quaid-e-Azam di Islamabad, mengatakan bahwa pembicaraan akan fokus pada Afghanistan, kerja sama anti-militan, dan hubungan ekonomi serta perdagangan.

Selain itu juga masalah Kashmir dan hubungan dengan India akan mendominasi agenda.

Dia juga berpikir bahwa akan "sedikit berbeda" kali ini "karena kepemimpinan sipil dan militer berada di halaman yang sama".

"Saya percaya bahwa kunjungan ini akan mengurangi ketidakpercayaan antara kedua belah pihak yang disebabkan oleh serangkaian peristiwa, terutama perbedaan kepentingan di Afghanistan," kata Jaspal, kepada Anadolu Agency.

“Islamabad memiliki dua hal utama untuk dijual; akhir perang di kawasan ini dan kerja sama melawan militansi, ”ujar dia merujuk pada peran penting Pakistan dalam mengatur pembicaraan langsung antara AS dan Taliban – untuk mengakhiri konflik lebih dari 17 tahun di Afghanistan.

"Pakistan memiliki peluang yang lebih baik untuk sekali lagi mengeksploitasi posisi strategis dan pengaruhnya sehubungan dengan penyelesaian konflik Afghanistan," ujar dia.

Pensiunan Letnan Jenderal Talat Masood, seorang analis keamanan yang berbasis di Islamabad, mengatakan pemerintahan Trump akan terus menekan Pakistan untuk menjaga kepentingannya di wilayah tersebut, terutama di Afghanistan.

"Saya memiliki perasaan bahwa Washington akan meminta Islamabad untuk melakukan lebih banyak sehubungan dengan rekonsiliasi di Afghanistan," Masood mengatakan kepada Anadolu Agency.

“Sejauh ini AS tidak mendapatkan hasil yang diinginkan dari Taliban, terutama penolakan mereka terhadap pemerintah nasional di Afghanistan. Dia ingin Pakistan memaksimalkan pengaruhnya pada Taliban dalam hal ini,” kata dia.

Selain itu, dia menambahkan, Koridor Ekonomi China Pakistan (CPEC) yang bernilai miliaran dolar juga akan dibahas, karena menjadi konflik utama Washington-Islamabad.

"Washington tentu saja tidak senang dengan perluasan sayap Beijing di wilayah ini dan seterusnya. Ini juga tidak senang dengan kemiringan besar Pakistan terhadap China, secara ekonomi dan militer. Oleh karena itu, itu akan digunakan untuk mencegah Pakistan dalam hal ini," kata dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.