Dunia

Pertemuan Myanmar, Hongaria picu reaksi media global

Suu Kyi dan Viktor Orban bertemu di Budapest awal bulan ini untuk membahas isu pertumbuhan populasi Muslim

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 11.06.2019 - Update : 11.06.2019
Pertemuan Myanmar, Hongaria picu reaksi media global Seorang gadis Rohingya yang menangis, melarikan diri dari operasi militer yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine Myanmar, membawa adik laki-lakinya ketika mereka mencari keluarga dari ibu mereka saat berusaha menyeberangi perbatasan di Palongkhalii Cox's Bazar, Bangladesh pada 17 Oktober 2017. ( Stringer - Anadolu Agency )

Belgrade

Mehmet Yilmaz dan Talha Ozturk

BUDAPEST

Media internasional bereaksi terhadap pernyataan bersama yang dirilis oleh Myanmar dan Hongaria tentang populasi Muslim di Asia Tenggara dan Eropa.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban bertemu di Budapest awal bulan ini.

Pernyataan yang dirilis oleh kantor Orban mengatakan bahwa pertemuan mereka berfokus pada tantangan yang ditimbulkan oleh imigrasi dan hidup berdampingan dengan populasi Muslim yang terus tumbuh.

Penulis dari situs Vox yang berbasis di Amerika Serikat, Alex Ward, mengevaluasi pernyataan dengan mengatakan bahwa masyarakat ingin menjauhkan Muslim dari mereka atau membunuhnya.

"Selama dua tahun terakhir, Suu Kyi telah membiarkan genosida Rohingya Myanmar, sebuah kelompok minoritas Muslim yang telah lama dianiaya," tulis Ward.

Sementara itu, Orban telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk menghentikan migran memasuki Hongaria.

"Orban menggambarkan migran dari Timur Tengah dan Asia Tengah yang melarikan diri dari kekerasan dan kesulitan ekonomi sebagai 'penjajah Muslim' dan telah mengambil langkah dramatis untuk membatasi jumlah imigran yang memasuki Hongaria, termasuk membangun pagar kawat berduri besar di sepanjang perbatasan dengan Serbia," kata Ward.

Surat kabar Guardian memuat sebuah berita berjudul "Aung San Suu Kyi Temukan Kesamaan dengan Orban soal Islam".

Reporter Hannah Ellis-Petersen mengatakan kekuasaan Suu Kyi sebagai pemimpin sipil setelah menghabiskan 15 tahun di bawah tahanan rumah adalah sebuah kekecewaan besar.

Ellis-Petersen menuturkan bahwa kegagalan Suu Kyi mengutuk tindakan keras militer terhadap minoritas Muslim Rohingya pada 2017 dan pembelaannya atas tindakan brutal militer terhadap Muslim Myanmar telah terbukti sangat kontroversial.

"Pemerintah Aung San Suu Kyi telah berulang kali gagal memberikan jaminan kepada jutaan Rohingya yang sekarang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh untuk mengembalikan keamanan mereka dan memberikan kewarganegaraan," tulis dia.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang terus meningkat sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.

PBB juga mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan - termasuk bayi dan anak kecil - pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.

Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.