Dunia, Ekonomi

Perang dagang pecah antara Korea Selatan dan Jepang

- Tokyo memperlambat ekspor bahan kimia yang digunakan dalam cip dan ponsel pintar untuk menekan industri seluler Korea Selatan

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 02.07.2019 - Update : 03.07.2019
Perang dagang pecah antara Korea Selatan dan Jepang ILUSTRASI. Bendera Jepang dan bendera Korea Selatan. ( AP Photo - Eugene Hoshiko - Pool - Anadolu Agency )

Ankara

Riyaz ul Khaliq

ANKARA 

Perang dagang pecah antara Korea Selatan dan Jepang, setelah perang kata-kata terkait hubungan historis kedua negara yang rumit.

Menyusul kegigihan Korea Selatan untuk menyoroti kekejaman Jepang di masa perang, Tokyo pada Senin menyatakan akan memperketat peraturan tentang ekspor beberapa bahan kimia yang digunakan dalam cip dan ponsel pintar, sebuah langkah yang dilakukan untuk memukul industri telepon seluler Korea Selatan.

“Sistem kontrol ekspor dibangun berdasarkan hubungan kepercayaan internasional,” kata Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI) dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Japan Times.

"Setelah ditinjau oleh kementerian terkait, harus dikatakan bahwa hubungan kepercayaan antara Jepang dan Korea Selatan, telah sangat dirugikan," tambah METI.

Langkah ini menimbulkan reaksi tajam dari Korea Selatan.

Menghubungkan langkah unilateral Jepang dengan masalah kompensasi tenaga kerja paksa di masa perang, Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo mengatakan kepada wartawan di Seoul bahwa negaranya akan mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Sung juga mengumumkan rencana untuk menyeret Jepang ke arbitrase internasional.

Hubungan diplomatik antara kedua negara semakin surut sejak pengadilan Korea Selatan meminta perusahaan Jepang untuk membayar kompensasi kepada para korban kerja paksa pada Oktober lalu, yang kemudian ditolak oleh Tokyo.

Perlambatan ekspor bahan kimia pasti akan memukul pasar ponsel pintar Korea Selatan, yang memimpin industri tersebut di Asia.

"Ini adalah pembalasan ekonomi terhadap Mahkamah Agung Korea Selatan yang memutuskan kompensasi atas kerja paksa di masa perang," kata Sung, seperti dikutip oleh kantor berita Korea Yonhap.

METI Jepang telah membuat aplikasi individual wajib untuk ekspor fluorinated polyimide dan hydrogen fluoride ke Korea Selatan.

Bahan-bahan ini digunakan dalam pembuatan semikonduktor, layar ponsel pintar dan televisi.

Ini berarti bahwa perusahaan Jepang yang berdagang dengan Korea Selatan harus meminta persetujuan bagi setiap kontrak untuk mengekspor bahan tertentu kepada klien mereka.

Korea Selatan adalah tuan rumah bagi perusahaan manufaktur ponsel dan TV terkemuka, seperti Samsung Electronics Co., SK Hynix Inc. dan LG Display Co.

Sementara itu, Jepang memproduksi sekitar 90 persen fluorin polimida dan 70 persen gas etsa dari total produksi dunia.

Seoul mengatakan bahwa langkah terbaru Tokyo melanggar upaya global untuk mengupayakan lingkungan perdagangan yang bebas, adil dan dapat diprediksi.

Yang menarik, langkah itu dilakukan dua hari setelah KTT G20 diadakan di Jepang, yang menyerukan perdagangan global yang bebas dan adil.

Kedua negara berbagi sejarah pahit sejak penjajahan Jepang di semenanjung Korea pada 1910-1945 dan penggunaan pekerja paksa dan penyalahgunaan wanita penghibur - gadis dan wanita dipaksa menjadi budak seks di rumah pelacuran militer - selama Perang Dunia Kedua.

Tokyo menegaskan masalah itu telah diselesaikan ketika kedua belah pihak menandatangani kesepakatan pada 2015, di bawah pemerintahan Park Geun-hye.

Namun Seoul kemudian menyatakan kesepakatan itu cacat.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan bahwa hak individu pekerja paksa pada masa perang tidak diakhiri berdasarkan perjanjian antara kedua negara.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.