Dunia

Kronologi ketegangan AS-Iran sejak runtuhnya kesepakatan nuklir

Eskalasi ketegangan antara Washington dan Teheran dimulai ketika Presiden AS merusak kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018

Rhany Chaırunıssa Rufınaldo  | 09.01.2020 - Update : 10.01.2020
Kronologi ketegangan AS-Iran sejak runtuhnya kesepakatan nuklir Bendera AS dan Iran. (Foto file - Anadolu Agency)

Ankara

Fahri Aksut

ANKARA

Ketengan antara kedua negara itu memuncak sejak pertengahan 2018. Ketika itu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk membatalkan secara sepihak perjanjian nuklir yang ditandangani Iran dan negara-negara Barat, termasuk AS.

Berikut ini kronologi hubungan kedua negara yang memanas sejak 2018, seperti riset Anadolu Agency.

8 Mei 2018: Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan penarikan Washington dari perjanjian nuklir dengan Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Trump menyebut perjanjian tersebut sebagai kesepakatan sepihak mengerikan yang seharusnya tidak pernah dibuat.

"[Perjanjian] itu tidak membawa ketenangan, tidak membawa kedamaian dan tidak akan pernah," tambah dia.


9 Mei 2018: Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei menggambarkan pidato Presiden Trump soal perjanjian nuklir sebagai pernyataan yang "konyol dan dangkal".

"Atas nama rakyat Iran, Anda membuat kesalahan, Tuan Trump," kata Khamenei.


12 Mei 2018: AS mengecam pengaruh destabilisasi Iran di Timur Tengah, merujuk pada dukungan Teheran untuk pemberontak di Yaman dan serangan terhadap Israel.

Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan Korps Garda Revolusi Islam Iran menembakkan roket ke warga Israel dan proksi Iran di Yaman meluncurkan rudal balistik ke ibu kota Saudi, Riyadh.


21 Mei 2018: AS mengumumkan 12 tuntutan kepada Iran, termasuk penghentian program nuklirnya dan penarikan dari perang Suriah.

Pemerintahan Trump memperingatkan sanksi ekonomi yang berat jika Iran menolak tuntutan.


7 Agustus 2018: AS mulai memberlakukan gelombang pertama sanksi kesepakatan pra-nuklir terhadap Iran yang sebagian besar menargetkan sektor perbankan negara itu.

5 November 2018: Administrasi Trump mengumumkan penerapan sanksi baru yang mencakup sektor energi, pembuatan kapal dan pengiriman Iran.


8 April 2019: Washington menetapkan IRGC sebagai "organisasi teroris asing".

Sebagai tanggapan, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran secara resmi menetapkan Komando Pusat AS (CENTCOM) sebagai "organisasi teroris".


22 April 2019: AS mengumumkan berakhirnya keringanan sanksi bagi negara-negara yang mengimpor minyak dari Iran.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan keputusan diambil sebagai bagian dari kampanye "tekanan maksimum" Washington terhadap Teheran untuk memaksa negara-negara menghentikan pembelian minyak dari Iran.

Iran memperbarui ancamannya untuk menutup Selat Hormuz jika dicegah menggunakan jalur perairan Teluk Persia yang strategis untuk mengekspor minyak.

"Jika ada ancaman […] terhadap perairan Iran, kami tidak akan ragu untuk menanggapi," kata Ali Reza Tengseiri, komandan pasukan angkatan laut Garda Revolusi Iran.


5 Mei 2019: AS menempatkan kelompok penyerang kapal induk dan gugus tugas bom ke CENTCOM di Timur Tengah, yang menurut Penasihat Keamanan Nasional Presiden John Bolton, dilakukan untuk mengirim "pesan yang jelas dan tidak salah" ke Iran.


6 Mei 2019: Penjabat kepala pertahanan AS Patrick Shanahan memperingatkan Iran soal "provokasi" atau ancaman apa pun terhadap pasukan Amerika setelah Washington menempatkan kelompok penyerang angkatan laut ke wilayah tersebut.


9 Mei 2019: Presiden Donald Trump mengatakan Teheran bertindak dengan cara yang mengancam AS dan dia terbuka untuk bertemu dengan Presiden Iran.

"Kami memiliki informasi yang tidak ingin Anda ketahui, mereka sangat mengancam," kata Trump.


10 Mei 2019: AS mengumumkan penempatan baterai anti-rudal Pentagon “Patriot” di Timur Tengah untuk mencegah ancaman Iran.


12 Mei 2019: Washington menyalahkan Iran dan proksinya atas empat serangan bom terhadap kapal tanker di Uni Emirat Arab dan jalur pipa di Arab Saudi.


24 Mei 2019: Presiden Trump mengumumkan rencana untuk mengerahkan 1.500 tentara tambahan ke Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Washington.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan tindakan AS merupakan ancaman bagi perdamaian dan stabilitas global.


29 Mei 2019: Presiden Iran Rouhani mengatakan bahwa pintu negosiasi tidak ditutup asalkan AS mencabut sanksi dan memenuhi komitmennya.


13 Juni 2019: AS menyalahkan Iran atas serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman dan merilis bukti video.

Iran menyangkal tuduhan dan menyebut rekaman intelijen AS palsu.


17 Juni 2019: AS mengirim 1.000 pasukan tambahan ke Timur Tengah untuk tujuan pertahanan, kata penjabat Menteri Pertahanan Patrick Shanahan.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Presiden Trump tidak ingin berperang dengan Iran.


20 Juni 2019: Korps Garda Revolusi Islam Iran mengumumkan telah menembak jatuh drone pengawas AS.

Presiden Trump mengatakan Iran membuat kesalahan besar dengan menjatuhkan drone tersebut.

Presiden Iran Rouhani menggambarkan sanksi AS terhadap Iran sebagai terorisme ekonomi dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

24 Juni 2019: Presiden Trump menjatuhkan sanksi kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan kantornya.

Iran mengatakan sanksi AS terhadap Khamenei menutup pintu diplomasi antara Teheran dan Washington.

Presiden Trump menyangkal perlunya mendapatkan persetujuan kongres untuk serangan terhadap Iran.


25 Juni 2019: Panglima Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Hossein Khanzadi mengatakan militer mampu menembak jatuh pesawat mata-mata AS.

Trump mengatakan setiap serangan Iran terhadap target AS akan dipenuhi dengan kekuatan besar dan luar biasa.

AS melakukan serangan cyber terhadap kelompok proksi Iran.

Serangan itu bertujuan untuk menargetkan komunikasi jaringan dari kelompok militan Irak yang didukung Iran Kata'ib Hezbollah.


7 September 2019: Iran mengumumkan keputusannya untuk memperkaya uranium lebih dari 20 persen dari batas JCPOA sebagai bagian dari langkah ketiga untuk menjatuhkan komitmen kesepakatan nuklir dalam menanggapi sanksi AS.


23 September 2019: Presiden Iran Rouhani menolak seruan Trump untuk membentuk kesepakatan nuklir baru sampai sanksi ekonomi dikurangi atau dicabut.


5 November 2019: Iran mengumumkan inisiasi langkah keempat untuk menghentikan komitmen perjanjian nuklir.

Presiden Rouhani mengatakan langkah Iran untuk mengurangi komitmen dapat dibatalkan jika negara-negara penandatangan lainnya mematuhi komitmen mereka sepenuhnya.


13 Desember 2019: Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Proksi Iran melakukan serangkaian serangan ke pangkalan-pangkalan tempat pasukan AS dikerahkan bersama pasukan Irak.

"Kita juga harus menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan para pemimpin Iran bahwa setiap serangan mereka, atau proksi identitas mereka, yang membahayakan warga, sekutu atau kepentingan Amerika akan dijawab dengan respons AS yang menentukan," kata Pompeo.


27 Desember 2019: Kontraktor sipil AS tewas dalam serangan roket di pangkalan militer Irak.


29 Desember 2019: Pasukan AS menghantam lima posisi Kata'ib Hezbollah di Irak dan Suriah sebagai tanggapan atas kematian warga Amerika Serikat dalam serangan roket di pangkalan Irak yang ditempati pasukan koalisi yang memerangi kelompok teroris Daesh/ISIS.

Pentagon mengatakan serangan tersebut adalah serangan defensif terhadap kelompok milisi Kata'ib Hezbollah yang terkait dengan Iran.

Pasukan AS membunuh 25 militan dari kelompok yang memiliki hubungan dengan Iran.


31 Desember 2019: Demonstran Irak memprotes serangan Washington terhadap kelompok yang didukung Iran dan menyerbu Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Presiden Trump menuduh Iran mengatur serangan terhadap kedutaan AS di Irak di tengah protes yang sedang berlangsung di luar gedung.


1 Januari 2020: Presiden Trump mengancam Iran akan bertanggung jawab penuh atas nyawa yang hilang, atau kerusakan yang terjadi di fasilitas A.S.

"Mereka akan membayar HARGA yang sangat BESAR! Ini bukan Peringatan, ini Ancaman," ujar dia.


3 Januari 2020: AS melancarkan drone di dekat Bandara Internasional Baghdad yang menewaskan Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds dari Garda Revolusi Iran, dan Abu Mahdi al-Muhandis, wakil presiden kelompok Hashd al-Shaabi.

"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan tegas untuk melindungi personil AS di luar negeri," kata Pentagon dalam sebuah pernyataan tentang pembunuhan Soleimani.

Presiden Trump mengatakan apa yang dilakukan Amerika Serikat kemarin seharusnya sudah dilakukan sejak lama.

AS meminta warganya untuk segera meninggalkan Irak.

"Rezim Amerika Serikat akan bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari petualangan kriminal ini," kata Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dalam pernyataannya.


5 Januari 2020: Presiden Trump mengancam akan menyerang Iran sebagai tanggapan atas setiap serangan balasan terhadap warga negara dan aset AS.


8 Januari 2020: Korps Garda Revolusi Iran menembakkan puluhan rudal di pangkalan udara Ain al-Assad Irak yang dioperasikan bersama oleh AS dan pasukan Irak.

"Dalam Operasi Pembunuhan Soleimani pada dini hari Rabu, puluhan rudal darat-ke-darat ditembakkan ke pangkalan AS dan berhasil menghantam Pangkalan Ain al-Asad," kata Garda Revolusi dalam pernyataan resmi.

Trump mengatakan di Twitter: "Semua baik-baik saja! Rudal diluncurkan dari Iran di dua pangkalan militer yang berlokasi di Irak. Penilaian korban dan kerusakan sedang dilakukan. Sejauh ini, sangat bagus! Kami memiliki militer paling kuat dan lengkap di mana saja di dunia sejauh ini!"

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan melalui Twitter bahwa Iran mengambil dan menyimpulkan langkah-langkah proporsional dalam pembelaan diri berdasarkan Pasal 51 dari Piagam PBB.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.