Budaya, Nasional

Suluk, Ramadan bersama Sang Khalik

Selama Suluk, jemaah tidak diperkenankan untuk pulang ke rumah

26.05.2018 - Update : 27.05.2018
Suluk, Ramadan bersama Sang Khalik Para peserta tampak khusyuk mengikuti aktivitas Suluk selama Ramadan di Aceh. (Khalis Surry - Anadolu Agency)


Khalis Surry

ACEH

Cuaca menjelang sore itu sedikit panas. Puluhan pria dewasa duduk bersila di atas musala dayah berkonstruksi kayu.

Kain surban mereka menjuntai menutupi kepala dan seluruh wajah.

Suasana ketika itu sunyi. Tak ada satu pun orang yang berisik. Bibir mereka terus berkomat-kamit melafalkan zikir.

Hingga tak lama berselang, isak tangis perserta mulai terdengar dari balik surban.

Mereka meneteskan air mata mengingat dosa yang dilakukan selama hidup.

Melalui "Suluk", mereka mendekatkan diri kepada sang pencipta di bulan suci Ramadan.

Aktivitas berzikir dalam keadaan sepi, menutup wajah dengan surban, bahkan memejamkan mata itu, akrab mereka sebut dengan sebutan Tawajjuh.

Tawajjuh merupakan salah satu bagian dalam pelaksanaan Suluk, seperti yang berlangsung di Dayah Seramoe Darussalam, Desa Beuradeun, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Indonesia.

Di Aceh, pondok pesantren tradisional akrab disebut dengan sebutan dayah.

Suluk merupakan cara ibadah mendekatkan diri kepada Allah dengan mengintensifkan ibadah.

Amalan Tarekat Naqsabandiyah

Kegiatan ini berasal dari Tarekat Naqsyabandiyah yang memiliki ciri khas zikir dengan cara sirri atau tersembunyi dalam hati.

Berbeda dengan tarekat lainnya seperti Syattariah, Haddadiyah, Qadiriah dan lainnya yang pelaksanaannya bersifat jahar atau dikeraskan.

Pimpinan Pesantren Dayah Seramoe Darussalam, Tengku Harwalis Harun Wali mengatakan yang menjadi pelopor tersiarnya tarekat Naqsyabandiyah di Aceh adalah Syekh Haji Muhammad Waly Al-Khalidi.

Abuya Muda Wali, sapaan akrabnya, adalah ulama kharismatik Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam di Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.

Di dalam tarekat tersebut, Abuya Muda Wali melakukan aktivitas Suluk untuk mengharapkan ridha Allah.

‘’Kita melakukan ibadah Suluk pada bulan Ramadan,’’ kata Harwalis kepada Anadolu Agency, Selasa lalu.

Tahun ini, sebanyak 30 orang peserta mengikuti Suluk di Dayah Seramoe Darussalam.

Selama Suluk, para jamaah menempati bilik berkonstruksi kayu dan beratap seng yang ada di lingkungan dayah tersebut.

Dalam proses ini, jemaah juga tidak diperkenankan pulang ke rumah. Mereka harus menetap di dayah kecuali ada situasi genting yang memaksa mereka kembali ke kampung halaman.

“Banyak peminat (Suluk), khususnya di Aceh. Mereka ingin mengingat Allah tidak hanya di lahir saja, tetapi juga di dalam batin,’’ jelas Harwalis.

Di Dayah Seramoe Darussalam, Suluk diselenggarakan selama 10 hari, sejak 1 Ramadan 1439 Hijriah.

Harwalis mengatakan ada beberapa pantangan atau hal yang dilarang selama aktivitas Suluk.

Salah satunya adalah memakan jenis makanan yang mengandung darah seperti ikan, telur, dan daging. Jenis makanan tersebut diyakini dapat mengganggu proses zikir.

“Selama suluk makannya, tempe, tahu, sayur-sayuran,’’ ungkap dia.

Perempuan berpartisipasi

Di Aceh, kegiatan Suluk tidak hanya diikuti laki-laki, tetapi juga perempuan.

Salah satunya seperti di Dayah Asy-Syafii’yah di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh.

Di dayah ini, mereka menetapkan pelaksanaan Suluk selama 30 hari penuh selama Ramadan. Bahkan ada juga peserta yang mengambil suluk selama 40 hari.

Jadi sejak sepuluh hari akhir pada Rabiul Awal, peserta sudah mulai masuk dayah.

 ‘’Dalam sehari mereka minimal tujuh ribu kali melafalkan Allah, dengan harapan hatinya bisa lembut,’’ ujar Pimpinan Dayah Asy-Syafii’yah, Tengku Abu Bakar Al-Bayani kepada Anadolu Agency, Jumat lalu.

‘’Yang tidak berzikir hanya waktu makan, buang air, tidur. Selain itu, mereka full berzikir, baik secara individu ketika di kamarnya masing-masing maupun berjamaah di musala,’’ tambah Abu Bakar.

Selama pelaksanaan suluk di dayah Asy-Syafii’yah, pernah ada kejadian beberapa jamaah meninggal dunia.

Para jamaah tersebut langsung dipulangkan ke kampung halaman untuk dikebumikan.

‘’Kalau sakit-sakit juga ada yang dibawa pulang keluarganya. Tapi ada juga yang tidak mau dibawa pulang. Jadi dia memang sudah pasrah di sini,’’ pungkasnya.

Kehidupan lebih baik

Sementara itu, seorang peserta suluk, Fazli, 20 tahun, mengatakan bahwa dirinya baru pertama sekali mengikuti suluk di Dayah Seramoe Darussalam Aceh Besar.

Fazli merupakan santri di Dayah Asasul Islamiyah di Lageu, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, yang kesehariannya menuntut ilmu agama.

‘’Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meminta taubat atas semua kesalahan. Semoga semua dosa terampuni,’’ ungkap Fazli.

Saat ber-tawajjuh, Fazli menyebutan dirinya merenungkan semua kesalahan yang telah menimbulkan dosa.

Fazli juga sempat meneteskan air mata karena menyesali perbuatannya selama ini.

"Setelah ikut suluk, saya berharap semoga saya lebih dekat lagi dengan Allah dan lebih baik dari sebelumnya,’’ ungkap Fazli.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın