Budaya

Dilema Malaysia atas sanksi ekonomi Iran

Pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan banyak negara-negara di dunia ini lebih mementingkan hubungan bilateral dengan AS

Pizaro Gozali İdrus  | 06.11.2019 - Update : 07.11.2019
Dilema Malaysia atas sanksi ekonomi Iran Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. (Ali Balıkçı - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Malaysia sedang mendapatkan gelombang protes keras karena menutup sejumlah sejumlah rekening yang sebagian besar milik imigran dari negara mayoritas Muslim, khususnya Iran.

Penutupan rekening oleh perbankan Malaysia itu diduga karena ada tekanan dari negara lain, salah satunya Amerika Serikat, lansir The Straits Times.

Hingga Rabu sore, setidaknya 4.546 netizen telah menandatangani petisi yang diluncurkan sejak Mei lalu agar bank Malaysia mencabut larangan tersebut.

Penutupan akun itu dilakukan sejak enam bulan lalu, di antaranya oleh Maybank dan CIMB.

Bank-bank tersebut hingga kini belum membeberkan dengan jelas alasan penutupan rekening.

Para pemilik rekening adalah imigran asal Iran, Aljazair, Irak, Nigeria, Suriah, Ukraina dan Yaman.

Malaysia tidak merinci berapa akun warga negara asing yang telah mereka bekukan.

Namun, media lokal mengatakan penutupan ini telah diberlakukan pada ribuan orang.

Sebuah sumber mengatakan penutupan akun bank ini dilakukan untuk “meminimalkan risiko bisnis”, terutama ketika berhadapan dengan AS, dan mengikuti saran dewan anti-pencucian uang bank.

“Sayangnya kami tak dapat memberikan komentar terkait itu. Namun individu yang menghadapi masalah ini dapat menghubungi asosiasi bank secara langsung, agar memperoleh bantuan,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Bank Malaysia Kalpana Sambasivamurthy.

Karena tekanan

Di KTT ASEAN ke-35 di Bangkok, Mahathir menyampaikan negaranya tidak bisa melakukan perdagangan dengan Iran akibat sanksi sepihak Washington terhadap Teheran.

Mahathir menegaskan sanksi itu bertentangan dengan ketentuan PBB.

"Tidak ada ketentuan di PBB bahwa suatu negara, yang tidak puas dengan negara lain, dapat menjatuhkan sanksi pada negara itu dan negara-negara lain yang berdagang dengan negara itu," kata Mahathir.

Akhir Oktober, Mahathir mengakui negaranya menghadapi tekanan yang sangat kuat untuk menutup rekening bank individu dan perusahaan Iran.

Bahkan, kata Mahathir, bank-bank Malaysia di luar negeri juga akan ditutup jika pemerintah gagal melakukannya.

"Hubungan kami dengan Iran baik, tetapi kami menghadapi beberapa tekanan yang sangat kuat dari tempat-tempat tertentu, yang bisa Anda tebak,” ujar Mahathir kepada wartawan di Putrajaya, tanpa menyebut lebih rinci negara tersebut.

"Ini adalah jenis penindasan oleh orang-orang yang sangat kuat," kata dia.

Mahathir mengatakan tujuan dari tindakan itu untuk mempersulit warga negara Iran di negaranya.

"Kami tidak membantu (dalam menutup rekening bank), kami terpaksa melakukannya," kata Mahathir.

Middle East Institute melaporkan sekitar 100.000 warga Iran tinggal di Malaysia pada 2013. Selain itu, ada 15.000 pelajar asal Iran yang studi di Malaysia.

Menurut data pemerintah Iran, Malaysia adalah tujuan ekspor ketiga Iran dan pengekspor barang kedua ke Iran di antara negara-negara yang sedang dikaji.

Iran mengekspor 604.308 ton senilai USD246,93 juta ke Malaysia selama periode 12 bulan. Iran mengekspor kondensat gas, besi, bahan kimia dan aspal ke Malaysia.

Sedangkan Malaysia mengekspor 364.052 ton senilai USD395,51 juta ke Iran selama tahun ini, turun 16,34 persen dan 19,27 persen dalam tonase dan nilai masing-masing year on year.

Iran terutama mengimpor minyak sawit, karet alam, dan mesin dari Malaysia.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan kedutaannya di Kuala Lumpur melakukan hal terbaik untuk memecahkan masalah perbankan di Malaysia, lapor Press TV.

Pemerintah Trump sejauh ini merupakan penentang paling vokal program nuklir Iran dan menjatuhkan sanksi pada negara itu pada 2018

Sejak mundur dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) tahun lalu, Trump berusaha melakukan tekanan maksimal guna menekan Iran agar menegosiasikan kesepakatan baru yang membahas program rudal dan pengaruhnya di kawasan.

"Sayangnya, di bawah pengaruh terorisme ekonomi Amerika Serikat, beberapa bank Malaysia telah mempertimbangkan pembatasan untuk membuka rekening dan memberikan layanan kepada warga negara Iran," kata Mousavi.

Mousavi juga berharap "negara sahabat Malaysia" akan memberlakukan langkah-langkah berdasarkan itikad baik serta sikapnya dan berupaya menemukan solusi terhadap rekening warga Iran.

Lebih mementingkan AS 

Pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan kebijakan AS tak lepas dari upaya Trump untuk mengunci Iran di kawasan.

Untuk itu, kata Yon, Trump berusaha menekan negara-negara mitranya agar tidak berhubungan dengan Iran.

Bagi Trump, kata Yon, Iran adalah sponsor utama terorisme di Timur Tengah.

“Trump akan memberikan pilihan kepada negara-negara mitranya, Anda bersama AS atau Iran?” ujar Yon kepada Anadolu Agency.

Yon mengatakan banyak negara-negara di dunia ini memiliki hubungan bilateral yang sangat penting dengan AS.

Kondisi itu membuat banyak negara lebih mendahulukan hubungan dengan AS ketimbang negara lainnya.

Hal inilah, kata Yon, yang membuat Mahathir berada pada posisi sulit. Di satu sisi dia kritis dengan AS selama ini, di sisi lain Mahathir harus mengutamakan kepentingan nasionalnya.

“Mau tidak mau, hubungan Malaysia dengan AS lebih kuat,” kata Yon.

Namun Yon juga menggarisbawahi sangat tidak adil jika permusuhan pemerintah AS dengan Iran harus berdampak kepada kondisi para warga Iran di luar negeri.

“Ini tidak fair jika warga negara yang legal bekerja di negara lain harus terkena imbasnya,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.