Kasus Covid-19 meningkat, warga Iran diliputi ketakutan
Iran mencatatkan 15 kematian akibat virus korona, namun penghitungan tidak resmi mencatatkan lebih dari 50 kematian sehingga menciptakan kebingungan dan ketakutan di benak masyarakat Iran

Tahran
Syed Zafar Mehdi
TEHERAN
Jumlah kematian akibat wabah virus korona (Covid-19) di Iran meningkat menjadi 15 orang.
Dalam upaya untuk mencegah penyebaran virus, otoritas kesehatan Iran mendesak warga untuk tetap tinggal di rumah.
"Akan lebih aman bagi orang untuk tinggal di rumah. Ada 34 kasus baru yang dikonfirmasi dalam 24 jam terakhir, termasuk 16 di Qom," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Kianoush Jahanpour, Selasa.
Namun, penghitungan tidak resmi mencatat kematian akibat virus di atas 50, menciptakan kebingungan dan ketakutan di benak masyarakat umum.
Kurangnya transparansi soal tingkat dan keparahan wabah Covid-19 di Iran diperburuk oleh pernyataan yang bertentangan.
Pada Senin, Amiriabadi Farahani, anggota parlemen Iran dari kota Qom, pusat penyebaran wabah di Iran, memantik api kecemasan dengan mengklaim bahwa kasus infeksi virus korona lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh kementerian kesehatan.
Farahani mengatakan ada 50 kematian akibat virus itu di Kota Qom saja dan lebih dari 250 orang dikarantina di kota yang menjadi tujuan populer bagi peziarah yang datang ke Iran.
Namun, kementerian membantah klaim Farahani, mengatakan bahwa dia bisa saja mencampurkan angka-angka kematian akibat penyakit lain seperti flu.
Warga kebingungan
Di tengah kebingungan ini, banyak orang menuduh Kementerian Kesehatan menutupi sepenuhnya tingkat keparahan virus dan tidak bertindak cepat untuk mencegah wabahnya.
"Ada begitu banyak kebingungan seputar wabah virus mematikan ini, yang secara alami menimbulkan ketakutan dan kepanikan," kata Abdullah Sadiqye, praktisi medis yang berbasis di Teheran, kepada Anadolu Agency.
"Sejak dua kasus pertama dilaporkan pekan lalu dari Kota Qom, yang merupakan salah satu kota tersibuk di Iran, arus informasi belum lancar dengan pernyataan dan rumor yang saling bertentangan menambah kekacauan. Tampaknya pihak berwenang tidak siap untuk krisis kesehatan ini."
Sementara itu, Pemerintah Iran berjanji untuk transparan soal perincian terkait wabah tersebut.
"Kami akan mengumumkan angka-angka jumlah kematian di seluruh negeri. Kami berjanji untuk transparan tentang pelaporan angka-angka," kata juru bicara pemerintah Ali Rabiei.
Virus yang telah menginfeksi lebih dari 79.000 orang di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 2.700 kematian, sebagian besar di China, secara bertahap menyebar ke berbagai belahan dunia.
Iran melaporkan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19 di luar China, lebih banyak dari Korea Selatan, Jepang dan negara-negara lain dengan jumlah kasus yang lebih tinggi.
Kasus pertama di Iran dilaporkan pada Rabu lalu, ketika kementerian kesehatan Iran menyatakan dua orang meninggal dunia di Qom, 150 km selatan Teheran, setelah dites positif terinfeksi virus korona.
“Kedua pasien berusia pertengahan 80-an dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan mereka tidak dapat pulih dari infeksi virus meskipun mereka telah berjuang keras,” kata seorang dokter di Rumah Sakit Kamkar Arabnia di Qom kepada Anadolu Agency.
Namun, tidak jelas bagaimana mereka tertular infeksi. Para pasien tidak memiliki catatan perjalanan asing dan tidak memiliki riwayat penyakit menular, tambah sang dokter yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Penyebab penularan
Menurut laporan yang belum dikonfirmasi, sejumlah pekerja China di Kota Qom yang baru saja kembali ke negaranya adalah sumber awal virus di kota itu.
Dalam 24 jam, tiga kasus kembali dikonfirmasi oleh otoritas Iran, dua di Qom dan satu di Kota Arak, 260 km ke selatan Teheran.
Kementerian Kesehatan belum memberikan perincian tentang bagaimana kasus-kasus ini berkembang begitu cepat di Qom dan menyebar ke daerah lain juga.
Satu-satunya kasus yang dikonfirmasi di Arak adalah seorang dokter yang melakukan perjalanan dari Qom. Dia kemudian dinyatakan sudah sembuh dari penyakit itu.
Dengan lebih dari satu juta penduduk, Qom adalah salah satu kota tersibuk dan pusat pariwisata religius di Iran. Kota ini dipenuhi oleh para peziarah dari seluruh dunia, yang para ahli percaya bisa menjadi penyebab penularan cepat virus dari Qom ke tempat-tempat lain di Iran dan luar negeri.
Banyak peziarah telah meninggalkan kota dan beberapa di antaranya terjebak di penginapan.
Salah seorang peziarah dari India mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa mereka disarankan untuk tetap tinggal di dalam hotel.
"Ini adalah situasi yang sangat sulit, karena kita tidak bisa berkeliling kota dan kita bahkan tidak bisa meninggalkan negara itu dalam keadaan sekarang," kata Idrees Mohammad, peziarah dari India.
"Kami berencana untuk pergi ke Irak dari sini tetapi perbatasan telah ditutup, dan sekarang kami tidak punya pilihan,” tambah dia.
Sebagai tindakan pencegahan, Pemerintah Qom memerintahkan penutupan semua lembaga pendidikan dan kebudayaan, menunda sholat berjamaah di masjid-masjid dan tempat-tempat suci, serta membatalkan semua konferensi dan lokakarya selama setidaknya satu minggu.
Perintah serupa juga dikeluarkan di ibu kota Teheran, Provinsi Markazi dan Gilan - tiga wilayah lain yang paling parah terkena virus mematikan - serta Provinsi Ardabil, Kermanshah, Qazvin, Zanjan, Mazandaran, Golestan, Hamadan, Alborz, Semnan dan Kordestan.
Di Teheran, semua lembaga pendidikan juga sudah ditutup hingga akhir pekan.
Kurangnya kesiapan
Pemerintah Iran telah meningkatkan upaya untuk memerangi virus mematikan itu dengan menyemprotkan desinfektan di transportasi umum di Teheran, termasuk kereta metro.
Kementerian pertahanan telah memerintahkan produksi massal desinfektan. Menurut laporan dari kantor berita lokal, sekitar 20.000 liter desinfektan akan digunakan setiap hari mulai Selasa.
Produksi masker wajah juga berjalan lancar. Laporan menunjukkan bahwa kementerian industri meminta pabrik yang memproduksi masker untuk meningkatkan produksi hingga kapasitas penuh.
Presiden Iran Hassan Rouhani telah mengeluarkan perintah kepada Departemen Kesehatan untuk membentuk pusat komando nasional yang akan memantau kasus-kasus Covid-19 dan mencegah penyebaran wabahnya.
Dokter dan pakar medis yang dihubungi oleh Anadolu Agency mengakui kurangnya kesiapan menghadapi krisis kesehatan baru ini, kurangnya sumber daya untuk mengatasinya dan meningkatnya kekacauan dan kebingungan mengenai jumlah korban jiwa.
"Jelas ada sesuatu yang hilang dalam menangani krisis kesehatan terbaru ini, mungkin mereka tidak mengharapkan itu lepas kendali dan menyebar ke bagian lain negara dari Qom," kata Dr. Salami, seorang dokter dari Gilan, sebuah kota di tepi laut Kaspia, salah satu dari empat kota yang paling terkena dampak di Iran.
"Mungkin kekurangan sumber daya juga menjadi masalah," tambah dia.
Menurut pejabat pemerintah, "kampanye tekanan maksimum" pemerintah AS terhadap Iran telah sangat menghambat kemampuan negara untuk mengatasi krisis ini karena pihak berwenang menghadapi pembatasan impor produk anti-infeksi yang sangat diperlukan.
Seorang pejabat Asosiasi Importir Peralatan Medis Iran awal pekan ini mengakui bahwa sanksi AS serta pembatasan yang diberlakukan terhadap Iran oleh pengawas pencucian uang global telah mempersulit otoritas kesehatan untuk membeli kit anti-korona.
Awal pekan ini, Satuan Tugas Aksi Keuangan (FATF) yang berbasis di Paris menempatkan Iran dalam daftar hitam, yang menurut para ahli di Teheran dapat berdampak lebih jauh terhadap sektor kesehatan negara itu.
Mengejutkan semua pihak
Krisis kesehatan akibat virus korona mengejutkan semua orang di Iran, termasuk otoritas kesehatan.
"Ini terjadi begitu tiba-tiba dan begitu menakutkan sehingga kami tidak yakin apakah akan keluar atau tidak, tindakan pencegahan apa yang harus diambil, makanan apa yang harus dimakan, udara apa yang harus dihirup," kata Saadat Alireza, seorang pedagang properti dari Teheran, kepada Anadolu Agency.
"Ini telah menjadi krisis kesehatan besar dalam waktu singkat, dan sayangnya kami masih belum memiliki informasi yang jelas tentang tingkat penyebarannya, ancaman yang ditimbulkannya dan bagaimana cara menyelamatkan diri,” tambah dia.
Apa yang mengejutkan semua orang, termasuk para pakar kesehatan di dalam dan di luar Iran, adalah tingkat kematian yang sangat tinggi, yang memunculkan banyak teori dan spekulasi konspirasi.
Beberapa di antaranya mengklaim jumlah kasus yang dikonfirmasi di Iran bisa mencapai ribuan.
Banyak negara tetangga melaporkan kasus infeksi virus korona dari orang-orang yang datang dari Iran, sehingga mereka segera menutup pintu masuk untuk para pelancong dari negara Islam itu.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan penutupan perbatasan adalah tindakan sementara, menambahkan bahwa kementerian telah berbicara dengan rekan-rekan mereka di negara-negara tetangga melalui kedutaan untuk meyakinkan bahwa tidak ada terduga kasus yang akan melintasi perbatasan.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan keadaan darurat di beberapa bagian dunia dan itu wajar bahwa beberapa tindakan harus diambil secara kolektif untuk melawan virus," kata Abbas Mousavi.
Pada Senin, WHO menyatakan keprihatinan besar atas penyebaran virus korona di Iran.
"Kami khawatir tentang situasi di Italia dan Republik Islam Iran. Beberapa minggu terakhir telah menunjukkan seberapa cepat virus baru dapat menyebar di seluruh dunia dan menyebabkan ketakutan dan gangguan yang meluas," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.