Analisis

Ada apa di balik meningkatnya demonstrasi anti Iran di Irak?

Para pengunjuk rasa membawa slogan-slogan dalam bahasa Persia dan Arab yang menyatakan penolakan Irak yang menjadi kaki tangan Iran

Pizaro Gozali İdrus  | 11.12.2019 - Update : 12.12.2019
Ada apa di balik meningkatnya demonstrasi anti Iran di Irak? Demonstrasi di Baghdad Irak ( Murtadha Sudani - Anadolu Agency )

Baghdad

BAGDAD

Setelah Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak pada 2003, pengaruh Iran telah berkembang di negara itu melalui partai politik dan dukungan terhadap berbagai milisi.

Tidak mudah bagi seorang warga Irak di masa lalu untuk mengkritik Iran atau merobek bendera Iran atau foto-foto Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin spiritual Iran dalam revolusi Islam 1979, dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, yang lazim muncul di lapangan-lapangan terbuka di provinsi selatan Irak.

Protes yang dimulai di Provinsi Basra pada Juli tahun lalu untuk pertama kalinya mencerminkan kemarahan warga terhadap pemerintah Irak yang didominasi dan diperintah partai-partai Syiah pro Iran, serta kelompok-kelompok milisi pro pemerintah seperti Hashd al-Shaabi dan kelompok milisi Syiah bersenjata lainnya.

Selama protes anti pemerintah di daerah-daerah yang didominasi Syiah, para pengunjuk rasa mengangkat slogan-slogan dalam bahasa Persia dan Arab yang menyatakan penolakan Irak yang menjadi kaki tangan Iran.

Para demonstran di beberapa kesempatan mengungkapkan kemarahan dan penolakan mereka terhadap sikap Iran terkait protes Irak.

Mereka membakar foto Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds Pengawal Revolusi.

Mereka juga membakar konsulat Iran di Najaf dan Basra serta kantor partai politik yang bersekutu dengan Iran di Irak tengah dan selatan.

Beberapa laporan menyatakan Soleimani mengunjungi Irak tiga kali sejak dimulainya protes massal di Irak awal Oktober.

Beberapa analis melihat kunjungannya sebagai dukungan kepada para pejabat Irak untuk membahas bagaimana cara menekan aksi protes.

Pemerintah Iran dan para pemimpin Pengawal Revolusi menuduh AS, Arab Saudi dan Israel berada di belakang protes untuk memperkeruh hubungan Irak dan Iran.

Yang membuat marah demonstran Irak adalah dukungan Iran bagi pemerintah Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi, partai-partai sekutu serta milisi dan seruan Teheran agar Abdul-Mahdi tidak mundur.

Ketika para pengunjuk rasa menyatakan penolakan mereka terhadap gangguan asing apakah dari AS atau dari Iran, kemarahan terhadap pengaruh Iran di daerah-daerah yang didominasi Syiah menjadi lebih mencolok.

Pada 18 November, media AS menerbitkan laporan Kementerian Intelijen Iran yang menunjukkan tingginya campur tangan Iran dalam urusan ekonomi, politik, militer, keamanan dan agama di Irak.

Salah satu laporan yang bocor mengatakan Abdul-Mahdi telah mempertahankan "hubungan khusus" dengan Iran sejak ia menjadi menteri perminyakan pada 2014.

Selama lebih dari 16 tahun partai politik Irak yang bersekutu dengan Iran memerintah, para pengunjuk rasa melihat negaranya telah berkubang dalam korupsi dan menjadikan Irak sebagai dalam posisi teratas negara-negara terkorup di dunia, menurut organisasi transparansi internasional.

Rakyat Irak juga kecewa dengan pemerintah Irak sejak jatuhnya rezim Saddam gagal mengatasi kondisi kehidupan yang buruk.

Demonstran juga menuntut perbaikan kondisi kehidupan dan reformasi politik untuk menyingkirkan campur tangan negara asing dalam politik Irak seperti dukungan Iran agar Abdul-Mahdi tidak mundur.

Demonstran mendesak Abdul-Mahdi harus mengundurkan diri pada 30 November.

Puncak dari kemarahan warga, para pengunjuk rasa membakar kantor Partai Dawa Islam - yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Nuri al-Maliki - di selatan kota Nasiriyah dan Diwaniyah.

Kendaraan dan kantor Hashd al-Shaabi, Organisasi Badr dan partai al-Hikma (Kebijaksanaan Nasional) juga dirusak dan dibakar.

Pernyataan Iran soal protes Irak telah memicu sentimen terhadap Iran, yang jelas ditunjukkan dalam slogan-slogan pengunjuk rasa.

Dalam beberapa kesempatan, beberapa pejabat Iran secara implisit mengatakan Iran memandang Irak sebagai pintu gerbang untuk mengekspor ide-ide revolusionernya dan meningkatkan pengaruhnya terhadap wilayah-wilayah yang dapat menghubungkan Iran dengan laut Mediterania melalui pantai-pantai Suriah dan Lebanon.

Iran khawatir kalau protes meluas, Irak akan memasuki keadaan kacau dan tidak stabil.

Hal ini membuat Iran lebih sulit untuk mempertahankan atau menjaga pengaruh dan kepentingannya di Irak.

Iran kemudian akan kehilangan hubungan strategis dan volume bisnis yang tinggi dengan Irak.

Iran juga menggunakan Irak untuk melalui sanksi AS, yang berdampak negatif terhadap ekonomi Iran.

Protes ini pasti akan berimplikasi pada perubahan sikap Syiah Irak terhadap para pejabat dan partai politik yang bersekutu atau didukung Iran, termasuk perubahan pandangan mereka terhadap rezim Iran.

Menurut para pengunjuk rasa, ada hubungan kuat antara upaya membersihkan pengaruh Iran dan kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran dan partai-partai politik yang mereka nilai sama-sama merebut kekuasaan dan sumber daya Irak.

Kemarahan warga Irak terhadap campur tangan Iran ini dapat membuka jalan bagi landasan bersama baru untuk kesadaran lintas-sektarian dengan penduduk Sunni Irak, yang menolak segala bentuk intervensi Iran.

* Ahmed Asmar berkontribusi pada artikel ini dari Ankara

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.