Regional

PM Thailand tolak mundur dari jabatannya

Prayut juga menolak tuntutan kelompok HAM untuk membebaskan para pengunjuk rasa yang saat ini ditahan akibat menggelar aksi demonstrasi

Pizaro Gozali Idrus  | 16.10.2020 - Update : 17.10.2020
PM Thailand tolak mundur dari jabatannya Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha. (Foto file-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha menolak seruan demonstran pro demokrasi agar dirinya meletakkan jabatan.

"Apa kesalahan yang telah aku perbuat? Saya bertanya kepada Anda," kata Prayut Chan-o-cha dalam konferensi pers pada Jumat di Bangkok, lansir Thai PBS World.

Prayut juga menolak tuntutan kelompok HAM untuk membebaskan para pengunjuk rasa yang saat ini ditahan akibat menggelar aksi demonstrasi.

Menurut Prayut, mereka yang ditahan saat ini telah melanggar hukum.

Prayut menyampaikan Kementerian Luar Negeri akan menjelaskan kepada para diplomat bahwa kebijakan darurat negara di Bangkok dilakukan guna memulihkan stabilitas di Thailand.

“Pemerintah tidak dapat membiarkan pelanggaran hukum terus berlanjut tanpa terkendali,” ujar Prayut.

Prayut juga menyalahkan media karena fokus pada konflik politik dengan mengabaikan masalah lainnya.

Namun Prayut mengaku tidak akan memaksa media untuk melaporkan berita sesuai keinginan pemerintah.

Oposisi tolak darurat negara

Sementara itu, enam partai oposisi Thailand menolak keputusan pemerintah memberlakukan undang-undang darurat negara yang melarang demonstrasi kelompok pro demokrasi.

“Perdana Menteri harus segera membatalkan pernyataan keadaan darurat karena tindakan tersebut melanggar hak asasi manusia,” ujar pernyataan bersama partai oposisi.

Pernyataan tersebut diteken koalisi partai oposisi yang terdiri dari Partai Pheu Thai, Move Forward, Thai Liberal Party, Partai Prachachat, Partai People Power Thailand, dan Partai Pheu Chart.

Koalisi oposisi menegaskan pemerintah dan penyelenggara negara harus menjamin perlindungan hak dan kebebasan berekspresi masyarakat Thailand.

“Negara tidak boleh melanggar kebebasan tersebut seperti pembubaran aksi massa pada pagi hari tanggal 15 Oktober lalu,” tulis mereka.

Keenam partai juga menuntut parlemen menggelar sidang luar biasa untuk menyelesaikan krisis politik di Thailand.

“Kami meminta pembukaan sidang luar biasa secepatnya,” kata mereka.

Polisi anti huru hara Thailand menghalau ribuan pengunjuk rasa dari luar kantor perdana menteri pada Kamis pagi menyusul keputusan darurat negara yang diberlakukan pemerintah.

Akibat kebijakan ini, polisi menangkap 22 demonstran, termasuk dua ikon demonstrasi Arnon Numpha dan Panusaya Sithijirawattanakul.

Arnon, 36, adalah orang pertama yang secara terbuka mendobrak tabu dengan menyerukan reformasi pada Agustus.

Sedangkan, Panusaya, 21, mahasiswi Universitas Thammasat yang pada 10 Agustus lalu secara terbuka menyampaikan daftar 10 poin tuntutan reformasi kepada monarki.

Thailand diguncang protes anti pemerintah selama tiga bulan terakhir yang menuntut tiga hal yakni pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, reformasi monarki, dan konstitusi baru yang demokratis.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.