Regional

Bank Dunia: Ekonomi Myanmar akan tumbuh 6,6 persen pada 2020

Bencana alam dan konflik berkelanjutan di Myanmar tetap harus diwaspadai

Muhammad Nazarudin Latief  | 18.10.2019 - Update : 18.10.2019
Bank Dunia:  Ekonomi Myanmar akan tumbuh 6,6 persen pada 2020 Ilustrasi: Suasana Kota Yagon Myanmar. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Ekonomi Myanmar diproyeksikan akan tumbuh sebesar 6,6 persen pada 2020, menurut Bank Dunia, sedikit lebih tinggi dari proyeksi 6,5 persen untuk tahun ini.

Pertumbuhan ekonomi Myanmar diperkirakan akan meningkat menjadi 6,7 persen pada 2021 dan 6,8 persen pada 2022, seperti dilansir Myanmar Times.

Menurut World Bank East Asia and Pacific Economic Update, pertumbuhanekonomi Myanmar pada 2020 akan didorong oleh investasi di sektor manufaktur, asuransi, dan konstruksi dan reformasi pasar.

Laporan tersebut mengatakan pertumbuhan diperkirakan akan meningkat secara bertahap dalam jangka menengah, setelah terjadi pelambatan ekonomi dari 6,8 persen pada 2018 menjadi 6,5 persen pada 2019 di tengah lesunya sektor jasa dan inflasi yang tinggi.

Langkah-langkah reformasi kebijakan seperti liberalisasi industri asuransi, kebijakan bebas visa untuk lebih banyak negara asing, skema pengampunan pajak untuk memobilisasi modal tersembunyi diharapkan akan membuahkan hasil.

Namun, ekonomi negara ini tetap terpapar risiko perlambatan, termasuk bencana alam yang masih menimbulkan ketidakpastian besar bagi ekonomi yang didominasi pertanian.

Menurut pusat informasi ASEAN, Myanmar mengalami tiga banjir dan satu badai dalam sembilan bulan pertama 2019.

Sementara itu, dampak inflasi dan kenaikan tarif listrik baru-baru ini masih harus diwaspadai, selain efek krisis Rakhine yang belum terselesaikan dan konflik lain yang berlarut-larut, kata Bank Dunia.

Menteri Perencanaan dan Keuangan Myanmar U Soe Win mengakui bahwa pembangunan ekonomi negara itu mungkin tidak memuaskan, tetapi mengatakan pemerintah telah “berhasil menstabilkan sektor keuangan dengan membuat transmisi kebijakan moneter dan fiskal menjadi lebih efektif.

Investor asing tetap menunjukkan perilaku berhati-hati.

Foreign Direct Investment (FDI) turun secara konstan sejak 2015, dari USD9,5 miliar, menjadi USD5,6 miliar pada 2018, dengan peluang tipis untuk pulih tahun ini.

Perang dagang AS-Cina berdampak kurang menguntungkan bagi Myanmar, meskipun kalangan bisnis sudah mendesak pemerintah mengambil langkah-langkah agar menarik produsen internasional memindahkan pabrik ke Myanmar.

"Jika perusahaan mencari cara untuk menghindari tarif yang besar, akan sulit bagi negara-negara di Asia Timur dan Pasifik menggantikan peran China dalam rantai nilai global dalam jangka pendek karena infrastruktur yang tidak memadai dan skala produksi yang kecil," kata Andrew Mason, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.