Politik, Regional

ASEAN dorong Myanmar berdialog, rekonsiliasi selesaikan konflik

Stabilitas politik di negara anggota ASEAN sangat penting untuk mencapai Komunitas ASEAN yang damai, stabil dan sejahtera, ujar perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara

Hayati Nupus  | 01.02.2021 - Update : 01.02.2021
ASEAN dorong Myanmar berdialog, rekonsiliasi selesaikan konflik Ilustrasi: Gedung Sekretariat ASEAN. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendorong Myanmar untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi demi menyelesaikan konflik domestik yang terjadi antara kepemimpinan sipil dan militer di negara tersebut.

“Kami mendorong terwujudnya dialog, rekonsiliasi, dan kembali normal sesuai dengan kemauan dan kepentingan rakyat Myanmar,” ujar ASEAN, dalam siaran pers pada Senin.

Organisasi tersebut mengingatkan bahwa tujuan dan prinsip yang tertuang dalam piagam ASEAN di antaranya adalah kepatuhan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum dan pemerintahan yang baik.

Sekaligus penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

“Kami tegaskan kembali bahwa stabilitas politik di negara anggota ASEAN sangat penting untuk mencapai Komunitas ASEAN yang damai, stabil dan sejahtera,” ujar lembaga itu.

Dini hari ini, militer Myanmar menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi beserta sederet tokoh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer juga memberlakukan kondisi darurat selama setahun dan menyerahkan kekuasaan kepada panglima Min Aung Hlaing.

Militer beralasan bahwa pengambilalihan kekuasaan tersebut karena kegagalan pemerintah untuk bertindak atas “kecurangan pemilu” November lalu, sekaligus kegagalan menunda pemilihan karena pandemi Covid-19.

Beberapa jam sebelum sidang parlemen, saluran internet dan layanan telepon ke ibu kota Naypyitaw terganggu. Begitu pula, TV pemerintah tidak beroperasi.

Sementara tentara berjaga di sejumlah titik di Yangon.

Ini adalah sidang parlemen pertama setelah kemenangan NLD yang dianggap sebagai pemerintahan demokratis baru pada November lalu.

Pada pemilu itu, partai yang dipimpin Suu Kyi meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas.

Sementara militer, menurut Konstitusi yang mereka rumuskan, memegang kendali atas 25 persen dari total kursi dan sejumlah posisi kunci di kementerian.

Militer menuduh Suu Kyu dan partainya melakukan kecurangan besar-besaran, meski tanpa bukti.

Begitu pula, pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum menolak tuduhan militer tersebut.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.