Nasional

Ribuan anak alami kekerasan fisik hingga seksual selama pandemi

Mayoritas kasus yang dilaporkan berupa kekerasan seksual dan dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban

Nicky Aulia Widadio  | 23.07.2020 - Update : 24.07.2020
Ribuan anak alami kekerasan fisik hingga seksual selama pandemi Ilustrasi: Kekerasan. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengatakan laporan kasus kekerasan terhadap anak meningkat selama pandemi Covid-19, sebagian besar merupakan kekerasan seksual.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menuturkan telah menerima 890 laporan kasus kekerasan terhadap anak sejak Maret hingga Juli 2020.

Dari total kasus itu, sebanyak 52 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual.

Sedangkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) juga mencatat ada 3.928 kasus kekerasan pada anak sejak Januari hingga 17 Juli 2020. 55 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.

“Ironisnya pelaku kejahatan seksual justru berada di rumah yang sama dengan anak, oleh orang-orang terdekat korban,” kata Arist kepada Anadolu Agency, Kamis.

Arist menuturkan meningkatnya kekerasan pada anak di rumah bisa jadi dipicu oleh intensitas bertemunya anak dengan orang-orang terdekat akibat pembatasan sosial selama pandemi.

Sayangnya, tidak semua rumah adalah tempat yang aman bagi anak dan orang-orang dekat justru telah beberapa kali terbukti menjadi pelaku kekerasan alih-alih melindungi anak.

Salah satu kasus terbaru menimpa seorang gadis berusia 12 tahun di Kabupaten Musirawas Utara, Sumatera Selatan diperkosa oleh ayah tirinya, SS, 50.

Pelaku memperkosa korban lebih dari satu kali dan mengancam akan membunuh korban.

Kasus ini terungkap setelah korban melapor kepada ibunya. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan korban mengalami trauma berat.

Kasus lain yang juga menjadi sorotan pada awal Juli lalu menimpa NF, perempuan berusia 14 tahun di Lampung Timur.

NF merupakan anak yang dititipkan oleh keluarganya di rumah aman milik Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk dipulihkan setelah menjadi korban pemerkosaan oleh kerabatnya.

Ironisnya, NF justru kembali diperkosa oleh Kepala P2TP2A Kabupaten Lampung Timur, Dian Ansori.

Dian kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Kasus yang menimpa NF, menurut Arist, menunjukkan bahwa fasilitas perlindungan bagi anak pun belum sepenuhnya bisa menjamin keamanan anak.

Rumah aman seharusnya menjadi tempat dimana korban mendapatkan pemulihan yang difasilitasi oleh negara, bukan justru menambah trauma.

“Perlu evaluasi menyeluruh terhadap pendekatan perlindungan anaknya, sistem rekrutmennya harus baik, harus terus dievaluasi supaya ini tidak terulang lagi,” kata Arist.

Di sisi lain, kasus-kasus yang mengemuka dia nilai belum menggambarkan fenomena sesungguhnya dari kekerasan yang dialami anak-anak Indonesia.

Tidak seluruh kasus kekerasan pada anak telah dilaporkan atau dideteksi karena sebagian besar terjadi di rumah.

“Ini seperti fenomena gunung es, hanya nampak yang muncul di permukaan. Tetapi sebetulnya ada lebih banyak kasus yang terjadi,” kata dia.

Komnas PA meminta pemerintah bekerja lebih keras memastikan bahwa anak-anak terlindungi dengan baik dan para korban mendapat haknya untuk dipulihkan dan dilindungi secara hukum.

“Butuh peran masyarakat juga supaya betul-betul semua menyadari bahwa kejahatan pada anak perlu ditempatkan sebagai extraordinary crime,” lanjut Arist.


—Kekerasan fisik dan emosional

Selain kekerasan seksual, kekerasan fisik dan emosional juga masih menjadi ancaman bagi anak-anak Indonesia, terutama di masa pandemi.

Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 oleh Kementerian PPA juga menyebutkan 2 dari 3 anak dan remaja pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.

Menteri PPA Bintang Puspayoga mengatakan anak rentan menjadi korban kekerasan pada masa pandemi Covid-19 karena orang tua memiliki beban ganda.

Beban ganda itu antara lain untuk mendidik, mendampingi, sekaligus tetap bekerja sehingga memicu stres bagi orang tua.

Hal itu kemudian berdampak kepada pola asuh sehingga anak menjadi korban.

Dia menyarankan orang tua yang mengalami kesulitan mengasuh anak memanfaatkan layanan konseling di 135 Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) binaan Kementerian PPPA yang tersebar di Indonesia.

“Sudah menjadi tugas kita bersama untuk memberikan ruang yang nyaman, aman, dan ramah bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi apa pun,” kata Bintang.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.