Perilaku masyarakat Gunungkidul penyebab terjadi antraks saban tahun
Kebiasaan masyarakat tidak mau kehilangan ternak, jadi kalau ada yang sakit mereka cepat-cepat potong untuk segera dibagikan sebagai amalan (berbagi)

Jakarta Raya
JAKARTA
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, sangat akrab dengan wabah penyakit antraks yang disebabkan oleh perilaku masyarakat setempat.
Kasus antraks terbaru menyapa kabupaten tersebut pada 31 Desember 2019 lalu. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan minimnya perilaku hidup sehat masyarakat menjadi kendala utama yang belum selesai.
“Ibu Bupati (Gunungkidul) sampaikan bahwa kebiasaan masyarakat tidak mau kehilangan ternak, jadi kalau ada sapi yang sakit, mereka cepat-cepat potong untuk segera dibagikan sebagai amalan berbagi,” jelas Anung di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan kejadian yang menyebabkan antraks di Gunungkidul akibat adanya pemotongan hewan ternak yang diduga sakit pada saat ada acara khitanan warga sehingga banyak yang terjangkit antraks.
Menurut Anung, terdapat 27 warga terjangkit antraks yang saat ini kondisinya sudah mulai membaik karena meminum antibiotic selama 20 hari.
Oleh karena itu, Anung mengatakan saat ini pemerintah kabupaten telah menyiapkan pembiayaan untuk mengganti ternak yang sakit agar tidak dipotong.
Lebih lanjut Anung mengatakan warga Gunungkidul memiliki kebiasaan menjual hewan yang sakit dengan harga murah sehingga dapat memicu penyebaran penyakit antraks yang berulang kali terjadi di sana.
“Sapi sakit bisa dijual hanya Rp3 juta yang kemudian dipotong oleh jagal,” kata Anung.
Selain itu, Anung mengatakan menurut Bupati Gunungkidul, daerah tidak memiliki rumah pemotongan hewan formal sehingga penjagalan hewan sakit masih dilakukan masyarakat.
Anung menambahkan Gunungkidul juga belum memiliki pos pemantauan lalu lintas hewan ternak, sehingga arus hewan ternak dari Gunungkidul menuju atau dari pasar ternak di Sragen, Pacitan, dan Kulonprogo tidak terpantau.
Kendala lainnya adalah kebiasaan masyarakat menjadikan jeroan ataupun kotoran hewan ternak sebagai pupuk kandang dan juga suplai pakan ternak yang terjangkit endemis antraks berpotensi menularkan antraks pada ternak dan juga manusia.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan bersama pemerintah kabupaten Gunungkidul serta tokoh masyarakat terus bergerak menyebarkan pemahaman untuk memperbaiki pola hidup masyarakat agar Gunungkidul tidak lagi identik dengan antraks.
“Kita ingin meningkatkan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan karena Gunungkidul merupakan gudang ternak sehingga tidak muncul pesan yang tidak baik,” ungkap Anung.
Dia juga mengatakan tidak ada larangan bagi siapapun untuk berkunjung ke Gunungkidul karena wabah antraks sudah bisa dikendalikan pemerintah dan sudah tidak ada kasus penyebaran antraks terbaru.
“Tapi, kewaspadaan perlu ditingkatkan. Makan sate tidak apa-apa asalkan berasal dari hewan yang sehat,” imbuh dia.