
Jakarta Raya
JAKARTA
Pertemuan pemimpin negara-negara Asia Tenggara atau disebut ASEAN Leaders’ Meeting akan digelar di sekretariat Jakarta, Sabtu siang.
Pertemuan tersebut akan membahas krisis di Myanmar setelah militer negara itu melancarkan kudeta pada 1 Februari 2021.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, pertemuan tersebut merupakan inisiatif dari Indonesia dan tindak lanjut dari pembicaraan Presiden Joko Widodo dengan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah.
Nantinya, Sultan Brunei akan memimpin pertemuan tersebut selaku ketua ASEAN pada 2021.
Menurut Retno, per Jumat malam, ada tiga pemimpin negara ASEAN yang absen dari pertemuan tersebut.
“Tiga pemimpin menyatakan tidak dapat hadir yaitu Thailand, Laos, dan Filipina,” ungkap Retno dalam konferensi pers virtual, Jumat malam.
Retno menuturkan, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-O-cha menyampaikan alasan ketidakhadirannya ke Presiden Jokowi yakni karena situasi pandemi Covid-19 di negaranya.
Dia akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Don Pramudwinai.
Sementara, Filipina mengirim Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin, Jr. untuk mewakili Presiden Duterte.
Kepala negara dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, serta Vietnam dipastikan akan menghadiri pertemuan tersebut.
Juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun juga mengonfirmasi Panglima Jenderal Senior Min Aung Hlaing akan menghadiri pertemuan itu.
Kehadiran pemimpin junta militer Myanmar itu menuai protes dari berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil di Indonesia.
Menurut salah satu perwakilan yang merupakan aktivis Asia Justice and Rights (AJAR) Putri Kanesia, dengan kehadiran junta, pemimpin ASEAN memberi pengakuan terhadap pemerintahan militer yang melakukan kudeta.
Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Indonesia Shofwan Al-Banna berpandangan, negara-negara ASEAN harus menegaskan bahwa kehadiran junta dalam pertemuan tersebut bukan sebagai bentuk pengakuan.
Menurut Shofwan, kepemimpinan Indonesia serta kredibilitas ASEAN diuji usai pertemuan tersebut dan dalam penyelesaian krisis di Myanmar.
Shofwan berharap, pertemuan tersebut dapat berujung pada penghentian kekerasan di Myanmar dan dimulainya proses politik yang damai.
“Kita tunggu saja. Saya kira ini pertaruhan, kalau gagal jadi stempel legitimasi junta. Kalau berhasil bisa menjadi jalan untuk mengatasi krisis yang berlarut-larut,” tutur Shofwan kepada Anadolu Agency, Jumat.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.