Politik, Nasional

Pemerintah diminta tarik aparat TNI-Polri dari Nduga, Papua

Sejumlah tokoh masyarakat dan LSM mendesak pemerintah membuka jalan dialog menuntaskan konflik di Nduga

Nicky Aulia Widadio  | 14.08.2019 - Update : 14.08.2019
Pemerintah diminta tarik aparat TNI-Polri dari Nduga, Papua Ilustrasi: Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri menggelar apel siaga menjelang pemilihan umum di International Expo Kemayoran, Jakarta, Indonesia pada 14 April 2019. (Anton Raharjo - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Nicky Aulia Widadio

JAKARTA

Sejumlah tokoh masyarakat dan LSM meminta pemerintah menarik aparat TNI-Polri dari wilayah Nduga, Papua.

Direktur Eksekutif Yayasan Teratai Hati Papua Jhon Jongga mengatakan penarikan TNI-Polri dari wilayah Nduga merupakan permintaan dari masyarakat setempat yang kini mengungsi ke daerah lain sejak operasi pengejaran kelompok Egianus Kogoya.

“Setiap kali ketemu masyarakat mereka hanya meminta supaya ‘kalau kami kembali ke kampung kami minta satu orang pun TNI tidak ada di kampung’,” kata Jhon dalam konferensi pers di kantor Amnesty International Indonesia di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kehadiran TNI-Polri dengan latar belakang panjang konflik di Papua membuat masyarakat tidak nyaman dan terancam akan potensi gesekan yang terjadi dengan kelompok bersenjata.

Apalagi eskalasi konflik di wilayah Nduga meningkat sejak kasus penembakan pekerja Trans Papua oleh kelompok Egianus yang menewaskan 19 orang pada 2 Desember 2018.

“Bahkan ada anak-anak yang melihat aparat berseragam saja langsung menangis karena trauma,” kata dia.

Ribuan masyarakat mengungsi dari kampung mereka sejak saat itu dan Tim Kemanusiaan Nduga melaporkan 182 nyawa korban sipil melayang sebagai dampak dari konflik.

Masyarakat Nduga secara psikologis kini berada dalam kondisi buruk. Mereka kekurangan makanan, tidak mendapat fasilitas kesehatan yang cukup, mengungsi, dan anak-anak belajar di sekolah darurat.

“Tingkat emosional dan tidak percaya sama orang mereka sangat tinggi. Sudah delapan bulan mereka terlantar dan dibiarkan,” tutur Jhon.

Jika tidak ada jalan keluar, dia khawatir konflik ini akan memicu dampak yang lebih buruk.

Di sisi lain, Direktur Eksekutir Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem menilai operasi TNI-Polri memburu kelompok Egianus di wilayah Nduga juga belum tentu efektif.

Pasalnya kelompok Egianus bergerak secara gerilya dan berpindah-pindah, sedangkan sebagian besar prajurit yang turun ke lapangan untuk operasi pengejaran tidak memahami medan.

“Mereka (aparat) juga berhadapan dengan kematian, sementara operasi pengejaran kelompok Egianus berdampak merugikan banyak warga,” tutur Theo.

Pemerintah, lanjut dia, semestinya mengedepankan upaya dialog untuk menuntaskan persoalan di Nduga.

“Kami harap Presiden Jokowi bisa membuka ruang sedikit saja dengan OPM atau kelompok yang bersebrangan itu untuk berdialog dengan pihak ketiga yang netral seperti di Aceh dulu, supaya dampak terhadap masyarakat bisa diminimalkan,” jelas Theo.

Aktivis dari Open Society Foundation Asia Pacific, Darmawan Triwibowo juga mengkritik pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah terhadap isu Papua.

Menurut dia, satu-satunya jalan menyelesaikan konflik adalah melalui jalan damai dan dialog.

“Tarik pasukan TNI-Polri, biarkan masyarakat Nduga kembali ke daerahnya dan selesaikan masalah Nduga secara politik, bukan dengan pendekatan keamanan,” kata Darmawan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.