Nasional

MUI apresiasi pembatalan aturan investasi miras

Menurut MUI, pembatalan itu menandakan Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi masyarakat dan berupaya mewujudkan kemaslahatan publik

Erric Permana, Muhammad Nazarudin Latief  | 02.03.2021 - Update : 02.03.2021
MUI apresiasi pembatalan aturan investasi miras Ilustrasi: Pemusnahan minuman keras ilegal. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA (AA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Perpres Nomor 10/ 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur pembukaan investasi minuman keras.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan hal ini menandakan Presiden Jokowi, panggilan Joko Widodo, mendengarkan aspirasi masyarakat dan berupaya mewujudkan kemaslahatan publik.

"Tanggung jawab kepemimpinan adalah mewujudkan kemaslahatan publik," kata dia dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa.

Desakan MUI untuk mencabut Perpres itu menurut Niam semata untuk melindungi masyarakat.

Selain itu, dia mengingatkan Fatwa MUI No 11/2009 yang juga meminta pemerintah melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik maupun peredarannya.

Menurut dia, meski industri minuman keras dianggap mendatangkan investasi besar namun tidak sebanding dengan kerugian yang dihasilkan, baik dari sisi kesehatan masyarakat, kejahatan yang ditimbulkan hingga kerusakan mental generasi muda.

Selain itu reputasi Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia bisa tercoreng karena menjadi produsen minuman keras.

“Ekspor minuman keras ini, terkait dengan diplomasi antarnegara. Begitu dikonsumsi oleh orang luar dan ini buatan Indonesia, maka secara hubungan internasional menjatuhkan harkat martabatnya,” ujar dia.

“Pada saat yang sama Indonesia tengah berkomitmen membangkitkan ekonomi kreatif pariwisata halal. Peredaran minuman keras akan kontraproduktif, alih-alih mendorong justru menjauhkan wisatawan halal,” tambah dia.

Pencabutan lampiran ini menurut dia bisa menjadi momentum untuk meninjau regulasi yang tidak memihak kemaslahatan bersama dan aturan-aturan yang justru destruktif di tengah masyarakat.

“Termasuk ketentuan peredaran minuman keras,” ujar dia.

MUI berharap, RUU Pelarangan Minuman Keras segera dibahas agar tersedia payung hukum terhadap masalah ini.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan mencabut lampiran perpres yang membuka investasi industri minuman keras setelah mendengar masukan dari ulama, MUI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP Muhammadiyah.

"Lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru saya nyatakan dicabut," jelas Jokowi.

Dalam lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal menyatakan minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI).

Namun, investasi itu hanya bisa masuk pada empat provinsi, yakni Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Perpres ini menurut pemerintah merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Aturan kemudian ramai-ramai dikritik oleh para ulama karena dianggap akan merusak moral bangsa.

-- Aturan peredaran miras tidak berubah

Ekonom Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan implementasi perpres ini sebenarnya tidak melonggarkan pembatasan konsumsi maupun distribusi minuman beralkohol yang sudah diatur oleh pemerintah.

Untuk diketahui, Indonesia mengatur peredaran minuman beralkohol dengan beberapa produk hukum.

Di antaranya Perpres No 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Selain itu ada juga Peraturan Menteri Perdagangan No 20/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, serta Penjualan Minuman Beralkohol. Terakhir ialah Permendag No 25 Tahun 2019.

“Untuk itu perlu dipahami kalau ketentuan mengenai pembatasan konsumsi dan distribusi minuman beralkohol masih berlaku dan tidak berubah,” ujar dia.

Selain itu, pemerintah sebenarnya juga membatasi investasi industri minuman keras pada daerah-daerah tertentu.

Yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan catatan, "memperhatikan budaya dan kearifan setempat.”

Perpres ini menurut dia sebelumnya mendapat sambutan hangat daerah-daerah tersebut, kecuali Papua yang secara spesifik mempunyai larangan peredaran minuman beralkohol.

Ketiga daerah tersebut memiliki minuman beralkohol tradisional bahkan sudah menjadi salah satu ciri khas dan daya tarik wisata maupun kebudayaan, ujar dia.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam berbagai pemberitaan media, menurut dia, menyambut baik perpres yang diyakini akan memudahkan masuknya investasi di sektor minuman beralkohol.

Di Sulawesi Utara ada puluhan ribu perajin dan petani pohon aren yang merupakan rantai produksi minuman keras tradisional cap tikus.

Dengan investasi, minuman cap tikus bisa ditingkatkan kualitasnya hingga bisa menjadi komoditas ekspor.

Nusa Tenggara Timur (NTT) juga terkenal dengan minuman keras tradisional yang dikenal dengan nama sopi.

Perpres ini dianggap memperkuat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Tradisional Beralkohol khas NTT.

Sedangkan di Bali, sudah ada Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Menurut Pingkan perpres ini sebenarnya membuka peluang sumber-sumber ekonomi baru, lahan pekerjaan baru dan memungkinkan adanya pendapatan negara.

“Di sisi lain, mereka juga terikat ketentuan soal standar produksi, distribusi dan konsumsi minuman beralkohol,” jelas Pingkan.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2018, proporsi konsumsi minuman beralkohol pada penduduk mencapai 3,3 persen, naik dari riset serupa pada 2007 yang hanya 3 persen.

Tiap provinsi menurut riset tersebut menunjukkan kenaikan, kecuali Jambi, Sumatera Selatan dan Kepulauan Riau.

Konsumsi minuman beralkohol tertinggi ada di provinsi Sulawesi Utara, NTT, Bali, Gorontalo dan Maluku.




Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.