LBH temukan 79 kasus kekerasan terhadap kebebasan pers, pelaku didominasi polisi
Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan pelaku kekerasan masih didominasi oleh penegak hukum, khususnya polisi yakni sebanyak 33 kasus

Jakarta Raya
JAKARTA
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat telah terjadi 79 kasus kekerasan terhadap kebebasan pers, baik jurnalis maupun narasumber sepanjang Januari hingga Desember 2019.
Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan pelaku kekerasan masih didominasi oleh penegak hukum, khususnya polisi yakni sebanyak 33 kasus.
Pelaku kekerasan lainnya yakni kelompok warga atau massa sebanyak 17 kasus, pejabat publik sebanyak tujuh kasus, dan kalangan pengusaha sebanyak enam kasus. Sedangkan enam kasus lainnya belum diketahui pelakunya.
Menurut LBH Pers, kekerasan fisik masih menjadi momok bagi jurnalis dan kebebasan pers dengan jumlah 30 kasus sepanjang 2019.
Selain itu ada juga tindakan perampasan, perusakan alat liputan hingga penghapusan data hasil liputan mencapai 24 kasus.
Sedangkan kasus pelarangan dan penghalangan liputan mencapai 12 kasus dan intimidasi terhadap jurnalis mencapai 19 kasus.
Ade mengatakan kekerasan itu dipengaruhi tindakan represif aparat saat menangani aksi demonstrasi.
Sejumlah demonstrasi terjadi pada 2019 dan berujung rusuh, yakni penolakan terhadap hasil Pemilihan Presiden pada 21-22 Mei, unjuk rasa mengecam tindakan rasialis di Papua pada Agustus, serta unjuk rasa menolak UU KPK dan RKHUP di sejumlah kota pada September.
Ade mengatakan sebanyak 39 kasus kekerasan jurnalis terjadi saat peliputan demonstrasi.
“Keberadaan jurnalis yang merekam tindakan kekerasan aparat terhadap pendemo di lapangan kadang ikut mendapat tindakan represif,” kata Ade dalam laporan yang dirilis LBH Pers.
Namun pada beberapa kasus tindakan kekerasan dan intimidasi justru dilakukan oleh massa aksi atau masyarakat.
LBH Pers juga mencatat telah terjadi lima kasus serangan siber berupa intimidasi, doxing, serta pengungkapan privasi di internet terhadap jurnalis usai menerbitkan berita yang dianggap mengganggu kepentingan pihak tertentu
Isu yang memantik serangan dunia maya ini antara lain isu Papua dan politik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono mengatakan akan mengklarifikasi kebenaran terkait laporan tersebut.
“Apakah benar, kemudian (terjadi) di mana, apakah barang buktinya dan saksinya ada, semua ada klasifikasinya,” ujar Argo.
Dia menuturkan Polri akan memberi sanksi berupa sidang etik, sidang disiplin hingga pidana umum jika kesalahan tersebut dilakukan.
“Artinya kita sampaikan kalau memang ada barbuk yang dilakukan oleh anggota tersebut,” lanjut dia.
Namun berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang dirilis akhir tahun lalu, tidak ada satu pun kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2019 yang masuk ke persidangan pidana.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.