Kopi indikasi geografis Indonesia ditiru negara lain
Pemerintah akan mendaftarkan nama produk indikasi geografis ke Uni Eropa

Jakarta Raya
Muhammad Nazarudin Latief
JAKARTA
Kopi indikasi geografis yang memiliki ciri khas wilayah asal Indonesia banyak disalahgunakan untuk merebut pasar di negara-negara Eropa maupun Amerika. Ada produk dari negara lain yang menggunakan nama indikasi geografis Indonesia, seperti kopi Gayo, Kintamani maupun Toraja.
“Itu merugikan kita. Bisa jadi kopi itu tidak seenak produk kita, hingga muncul citra buruk,” ujar Kepala Seksi Administrasi Sub Direktorat Indikasi Geografis, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Saky Septiono, saat berdiskusi di Jakarta, Selasa.
Dia mengidentifikasi kopi asal Ethopia yang menggunakan nama indikasi geografis Indonesia, dengan merek Amaro Gayo. Merek dagang kopi tersebut terdaftar di Inggris dan Amerika, berasal dari pegunungan Amaro di Ethopia dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan daerah Gayo, Aceh.
Sementara untuk Kopi Toraja, sudah terlanjur didaftarkan di Jepang.
Kemudian nama Kintamani, digunakan oleh kopi Raja Serawak asal Malaysia, padahal kopi tersebut tidak ada hubungannya dengan Kintamani, Bali.
Indikasi geografis, menurut Saky adalah tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang atau produk karena faktor lingkungan geografis. Tanda ini memberikan reputasi kualitas yang baik dan karakteristik tertentu.
Indonesia mulai memberikan indikasi geografis mulai 2005, dimulai dari Kopi Kintamani, Bali. Dengan sertifikat ini, petani di wilayah tesebut merasa tenang karena kopinya tidak bisa ditiru wilayah lain.
Sertifikat indikasi geografis juga diberikan pada Kopi Gayo asal Aceh, kopi Flores Bajawa, dan Enrekang di Sulawesi Utara.
Indonesia memiliki 20 unit kopi indikasi geografis, dari total 59 unit. Indikasi geografis lainnya untuk produk seperti beras, ikan dan hasil tenun.
Pemerintah, menurut Saky, akan melakukan upaya hukum agar penyalahgunaan indikasi geografis Indonesia tidak berlanjut. Salah satunya dengan mendaftarkan nama produk indikasi geografis ke Uni Eropa.
“Jika sudah terdaftar, kami minta mereka tidak lagi pakai nama asal Indonesia,” ujarnya.