Nasional

Kisah anak penjual bakso terima penghargaan dari Erdogan

Menurut Imam, belum ada mahasiswa Indonesia yang memberikan pidato dalam kelulusan mahasiswa internasional di Turki

Pizaro Gozali İdrus  | 12.07.2019 - Update : 16.07.2019
Kisah anak penjual bakso terima penghargaan dari Erdogan Imam Syafii, mahasiswa asal Indonesia, menerima penghargaan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada 3 Juli 2019 di Ankara. (Dok. YTB - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Pizaro Gozali dan Abdullah Azzam

JAKARTA, ISTANBUL 

Imam Syafii masih tidak percaya namanya ditunjuk untuk memberikan pidato di depan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pekan lalu.

Dia dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi atau başarılı öğrenci dalam Internasional di The 8th International Student Graduation Ceremony yang diinisiasi lembaga Direktorat Urusan Luar Negeri untuk Komunitas dan Kerabat Turki (YTB).

Imam Syafii akhirnya menerima penghargaan langsung dari Presiden Erdogan di atas panggung yang disaksikan para mahasiswa internasional dan pejabat tinggi Turki.

“Saya senang. Alhamdulillah bangga sekali bisa diberikan kesempatan yang langka itu mewakili mahasiswa yang lulus,” terang Imam saat berbincang dengan Anadolu Agency.

Menurut Imam, belum ada mahasiswa Indonesia yang memberikan pidato dalam kelulusan mahasiswa internasional di Turki.

“Ini kesempatan langka. Senang bisa mengharumkan nama Indonesia,” ujar Imam.

Imam Syafii adalah mahasiswa asal Sumenep, Jawa Timur yang mendapatkan gelar sarjana Ilmu Sejarah dari Universitas Ankara.

Dia memulai perkuliahan pada tahun 2015 melalui beasiswa pemerintah Turki.

“Awalnya orang geleng-geleng kepala saat saya masuk sejarah karena itu jurusan susah,” kenang mahasiswa kelahiran 1994 itu.

Namun Imam sudah membulatkan tekadnya untuk dapat menaklukkan tantangan itu.

Dia mengaku sudah mencintai ilmu sejarah sejak duduk di bangku sekolah.

“Saya suka mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di pesantren,” kata dia.

Menurut Imam, Turki adalah pilihan yang tepat untuk menuntut ilmu sejarah.

Sebab Turki adalah tempat lahir berbagai peradaban di dunia, tidak hanya Kesultanan Ottoman.

“Turki tempat sejarah manusia terjadi. Jadi Turki cocok banget untuk belajar sejarah,” terang dia.


Penuh perjuangan 

Lahir di Sumenep, Imam mengaku berasal dari keluarga sederhana.

Moh. Kutsi, Ayah Imam, adalah penjual bakso di Bali, sedangkan Endang Rahayu, sang ibu, berjualan gorengan di sekitar rumah.

“Kami tiga bersaudara. Dua adik saya masih sekolah,” jelas Imam.

Dia pun mengaku beruntung mendapatkan beasiswa belajar gratis di Turki.

Imam menjelaskan proses belajar di Turki harus dia lalui dengan penuh suka dan duka.

Sebelum mengikuti proses perkuliahan pada Fakultas Bahasa, Sejarah dan Geografi Universitas Ankara, Imam harus menempuh kelas Bahasa Turki selama 9 bulan.

“Sejak awal saya nervous, tapi tetap saya jalankan,” jelas pemuda asal Desa Sera Timur, Kecamatan Bluto, Sumenep itu.

Namun Imam menganggap bahasa itu adalah ujian dan tantangan yang harus ditaklukkan sebagaimana para mahasiswa menuntut ilmu.

Awal mengikuti perkuliahan, Imam mengaku kesulitan dalam adaptasi berbahasa.

Maklum Bahasa Turki menjadi Bahasa pengantar dalam proses perkuliahannya di kampus top Turki itu.

“Pada semester awal saya agak pelan, tapi semester tiga saya mulai lancar dan dapat mengimbangi orang-orang Turki,” terang Imam.

“Ibaratnya jika mahasiswa Turki perlu membaca materi sekali, saya sampai tiga kali,” tambah dia.

Imam mengaku kesuksesannya juga tidak lepas dari bantuan mahasiswa sekelasnya di Universitas Ankara.

Menurut Imam, rekan-rekannya di jurusan sejarah adalah orang-orang yang baik dan rajin.

“Mereka membantu saya, dan saya juga membantu mereka,” urai Imam.

Dia berharap beasiswa pemerintah Turki bisa diperbanyak bagi masyarakat Indonesia, khususnya daerahnya di Madura.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.