Kerugian akibat kebakaran hutan Indonesia mencapai Rp75 triliun
Sektor pertanian dan lingkungan menjadi yang paling terdampak karena kebakaran merusak tanaman perkebunan dan melepaskan emisi gas rumah kaca yang signifikan ke atmosfer

Jakarta Raya
JAKARTA
Bank Dunia menyatakan kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sepanjang 2019 mencapai Rp75 triliun atau sekitar USD5,2 miliar.
Kebakaran hutan 2019 merupakan yang paling buruk dalam empat tahun belakangan, meski tidak separah yang terjadi pada 2015.
Perhitungan Bank Dunia dengan menghitung 620.201 hektare lahan yang terbakar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua selama Januari-September 2019.
“Angka (kerugian) ini setara dengan 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia,” tulis Bank Dunia dalam laporannya yang diterbitkan pada Desember.
Kerugian itu antara lain dari sektor infrastruktur, pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, transportasi, dan lingkungan.
Sektor pertanian dan lingkungan menjadi yang paling terdampak karena kebakaran merusak tanaman perkebunan dan melepaskan emisi gas rumah kaca yang signifikan ke atmosfer.
Bank Dunia memprediksi dampak negatif kebakaran hutan masih memiliki konsekuensi setelah ini, sebab produksi komoditas yang terdampak seperti tanaman tahunan dan kayu membutuhkan waktu setidaknya 2 hingga 5 tahun untuk panen.
Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dan 2020 diperkirakan menurun sebesar 0,09 persen dan 0,05 persen akibat kebakaran hutan.
Menurut Bank Dunia, kebakaran hutan juga menimbulkan persepsi negatif terhadap produk kelapa sawit, yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia.
Hal itu terlihat dari menurunnya permintaan dari negara-negara Eropa, serta rencana Uni Eropa menghapuskan biofuel berbasis minyak kelapa sawit pada 2030.
“Lonjakan tahun ini dalam aktivitas kebakaran tidak mungkin membantu negosiasi bilateral Indonesia dengan UE melalui Organisasi Perdagangan Dunia,” tulis laporan itu.
Namun, perkiraan kerugian itu belum termasuk efek jangka panjang akibat paparan kabut asap terhadap manusia seperti penurunan kualitas pendidikan dan kesehatan.
Prediksi 2020
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 900 ribu orang mengalami gangguan pernapasan pada Januari-September 2019 akibat kabut asap.
Sebanyak 12 bandar udara di Indonesia sempat berhenti beroperasi. Selain itu, sekolah-sekolah di Indonesia, Singapura dan Malaysia juga diliburkan.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan kebakaran hutan tahun ini diperparah oleh fenomena El Nino yang menyebabkan kemarau dan kekeringan panjang.
BNPB memprediksi kemarau pada 2020 tidak akan sepanjang tahun ini, sehingga potensi kebakaran hutan tidak sebesar pada 2019.
“Prediksinya begitu, tapi kami akan tetap fokus pada pencegahan,” ujar Agus ketika dihubungi.
Pencegahan itu antara lain dengan pembahasan lahan gambut, mencegah kebiasaan masyarakat membuka lahan dengan cara dibakar, serta memetakan daerah-daerah yang berpotensi terbakar.
“Pangdam dan Kapolda dapat memetakan daerah yang mungkin terjadi karhutla saat musim kemarau agar upaya pencegahan dapat dilakukan. Selain itu, patroli udara di daerah-daerah tertentu untuk memantau adanya titik api harus dilakukan,” ujar Agus.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.