Indonesia siaga ancaman nuklir terorisme
Badan Pengawas Tenaga Nuklir menilai tidak memiliki PLTN tidak menjamin sebuah negara aman dari radiasi nuklir

Jakarta
Hayati Nupus
JAKARTA
Indonesia bersiaga terhadap penggunaan teknologi nuklir oleh terorisme, ujar Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Jazi Eko Istiyanto pada konferensi mengenai pengawasan dan pemanfaatan tenaga nuklir di Jakarta, Rabu.
Ancaman itu nyata, kata Jazi, dan terbukti dengan penggunaan kaus petromaks mengandung bahan thorium dalam rencana pemboman Mako Brimob dan Istana Negara Jakarta oleh lima orang terduga teroris yang ditangkap di Bandung, Agustus lalu.
“Memang kecil dan belum termasuk bom nuklir atau bom kotor, tapi itu menjadi indikasi kalau teroris ngerti bahan itu ada thoriumnya. Seiring berjalannya waktu mereka pasti belajar lebih banyak lagi,” kata Jazi.
Tanpa harus meledak pun, kata jazi, bom kotor bisa menyebarkan radio aktif. Terlebih bila meledak, ledakkannya berdampak jauh.
Jazi mengatakan teknologi nuklir sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk kesehatan atau Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun tetap saja ada pihak tertentu yang menyalahgunakan penggunaan teknologi nuklir untuk kepentingan teror.
“Tidak memiliki PLTN tak berarti aman dari radiasi nuklir, karena bisa muncul dari mana saja,” kata dia.
Deputi Perijinan dan Inspeksi Bapeten Khoirul Huda mengatakan Pemerintah Jepang pernah memperoleh ancaman zat radio aktif dalam bentuk serbuk di atas kantor Perdana Menteri Jepang pada 2015 silam. Zat tersebut sampai ke atas kantor dengan menggunakan pesawat tanpa awak atau drone.
“Ancaman itu nyata karena sudah terjadi,” kata dia.
Indonesia telah mengantisipasi ancaman serupa dengan adanya Radiological Data Monitoring System (RDMS) dan Radiation Portal Monitor (RPM) di pintu masuk Istana Negara.
Selain itu, saat ini pemerintah memiliki enam RPM untuk mengantisipasi masuknya ancaman nuklir di enam dari 172 pelabuhan yang ada di Indonesia. Keenamnya tersebar di Pelabuhan Belawan, Batu Ampar Batam, Bitung Sulawesi Utara, pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Tanjung Perak dan Tanjung Priok.
“Untuk mengantisipasi orang membawa zat radioaktif,” kata Khoirul.
Di tempat yang sama, Staf Ahli Bidang Wilayah dan Kemaritiman Kementeriran Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Laksda TNI I Nyoman Nesa mengatakan ancaman keamanan negara bisa bersumber dari beragam bentuk, salah satunya penggunaan teknologi nuklir oleh oknum tertentu seperti teroris.
“Maka pengawasan itu penting, oleh Bapeten, bersinergi dengan semua pengampu kepentingan seperti Kemenkopolhukam dan Badan Keamanan Laut,” kata dia.