Nasional

HRGW minta pemerintah serius selesaikan pelanggaran HAM berat

Human Rights Working Group (HRWG) menilai keseriusan itu tidak tampak dari pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat

Nıcky Aulıa Wıdadıo  | 17.01.2020 - Update : 17.01.2020
HRGW minta pemerintah serius selesaikan pelanggaran HAM berat Ilustrasi. (Foto file-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Aktivis HAM mendesak pemerintah, terutama Kejaksaan Agung untuk menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa Semanggi I dan II.

Human Rights Working Group (HRWG) menilai keseriusan itu tidak tampak dari pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Burhanuddin menyatakan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Kamis. Dia mengacu pada hasil Rapat Paripurna DPR RI periode 1999-2004.

Direktur Eksekutif HRWG Indonesia, Muhammad Hafiz menilai pernyataan itu melanggengkan impunitas pelanggar HAM.

Menurut dia, Jaksa Agung semestinya memahami bahwa kewenangan untuk menyelidiki dan memutuskan apakah sebuah peristiwa termasuk pelanggaran HAM berat ada pada Komnas HAM, bukan DPR.

"Faktanya, Komnas HAM sendiri sudah melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut dan sudah memutuskan bahwa kasus tersebut terkategori sebagai pelanggaran HAM berat,” kata Hafiz melalui siaran pers, Jumat.

Komnas HAM juga telah mengirimkan berkas hasil penyelidikan 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Semanggi I dan II.

“Jadi permasalahannya adalah apakah Kejaksaan Agung akan bekerjasama dengan Komnas HAM untuk melanjutkan kasus ini ke tingkat penyidikan dengan menyempurnakan bukti-bukti, atau malah memilih menutup kasus dan melanggengkan impunitas,” tutur Hafiz.

HRWG meminta Kejaksaan Agung menilik kembali informasi terkait peristiwa Semanggi I dan II serta mengklarifikasi kepada publik terkait status penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Menurut HRWG, penuntasan kasus pelanggaran HAM bukan hanya kebutuhan korban, namun juga untuk memastikan peristiwa serupa tidak terjadi lagi.

Pemerintah, khususnya Kejaksaan Agung masih memiliki utang untuk menuntaskan 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu meski berkas penyelidikan telah diserahkan oleh Komnas HAM.

Jaksa Agung beralasan sulitnya penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu karena kurangya alat bukti.

HRWG menilai Presiden Joko Widodo perlu mengeluarkan Perppu untuk memutus mata rantai kebuntuan antara Komnas HAM dan Jaksa Agung.

“Bila hal itu tidak juga dilakukan dan malah menyatakan kasus-kasus ini telah selesai atau membiarkannya terbengkalai, sama halnya Pemerintah melanggengkan impunitas dan membela pelanggar HAM. Ini akan dicatat sejarah,” ujar Hafiz.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.