Nasional

Ada stigma negatif, pemakaman korban Covid-19 terhambat

Masyarakat perlu diedukasi tidak menyakiti para korban Covid-19

Muhammad Nazarudin Latief  | 02.04.2020 - Update : 02.04.2020
Ada stigma negatif, pemakaman korban Covid-19 terhambat Pengantin menggelar akad nikah di Jakarta pada Sabtu, 28 Maret 2020. Pernikahan mereka digelar tanpa resepsi untuk mengurangi penyebaran virus korona (Covid-19) sesuai anjuran pemerintah. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Pemerintah perlu memberikan sosialiasi yang utuh tentang pandemi Covid-19 pada masyarakat, bukan hanya tentang bahaya, namun juga cara memperlakukan mereka yang menjadi korban virus ini.

Praktisi komunikasi Bahrul Wicaksana mengatakan muncul stigmatisasi negatif pada para korban, sehingga masyarakat merasa sangat khawatir tertular virus bahkan menolak pemakaman para korban yang meninggal dunia.

“Ada kesan, cara komunikasi pemerintah punya risiko menstigma mereka yang terpapar. Ini karena edukasi pada masyarakat yang tidak baik,” ujar Bahrul pada Anadolu Agency.

“Ini penting penting diperhatikan karena banyak warga menolak pemakaman korban Covid-19.”

Penolakan pemakaman korban Covid-19 terjadi di banyak daerah. Di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah warga desa bergerombol memblokade jalan masuk desa.

Mereka menolak rencana pemakaman seorang pasien terinfeksi virus korona di wilayahnya. Warga khawatir dan akhirnya mereka menggelar penolakan sampai jenazah tersebut dimakamkan di tempat lain.

Dalam sebuah video Bupati Banyumas Achmad Husein dan Kapolres Banyumas Kombes Whisnu Caraka datang ke lokasi dan berusaha menenangkan warga. Mereka meminta warga tidak melakukan penolakan.

“Virus itu adanya di orang hidup, bukan pada orang yang sudah meninggal,” kata Bupati Husein dalam video tersebut.

Sebuah video lain memperlihatkan warga berusaha menghalangi jalan masuk ambulans pengangkut jenazah. Mereka keberatan jika ambulans yang diduga mengangkut jenazah korban Covid-19 melintasi desa mereka.

Ambulans tersebut tampak memutar setelah para warga mulai melempar kayu dan batu.

Penolakan juga terjadi di Gowa, Makasar Sulawesi Selatan kemudian Bandar Lampung, menurut pemberitaan media lokal.

Menurut Bahrul, pola komunikasi yang diambil pemerintah cenderung menggiring isu medis menjadi isu sosial yang mempunyai banyak konsekuensi.

“Mengapa mereka yang terpapar Covid seolah-olah punya masalah sosial selain medis? Ini karena edukasi yang tidak baik,” ujar dia.

Selain itu ada kesan politisasi yang kuat, sehingga muncul anggapan jika suatu daerah terjadi wabah Covid-19, maka kepala daerahnya gagal melindungi wilayah.

Karena itu pemerintah menjadi tidak transparan dan menyembunyikan informasi.

“JIka level rahasia ini terlalu tinggi maka menimbulkan prasangka. Ini yang menggeser isu medis menjadi isu sosial,” ujar dia.

Menurut Bahrul, pemerintah harus memperbaiki hal ini dengan memberikan sosialiasi yang utuh dan terus menerus tentang hal yang berbahaya dan tidak berbahaya pada penyakit ini.

“Jadi bukan hanya soal bahaya penyakit Covid-19. Tapi masyarakat juga harus didik untuk “do no harm” pada para korban,” ujar dia.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pada masyarakat untuk menghentikan stigmatisasi dan penolakan terhadap jenazah korban Covid-19 yang hendak dimakamkan.

“Tolong betul saya meminta jangan lagi ada penolakan kepada jenazah Covid-19. Mari kita jaga perasaan korban dan keluarganya," ujar Gubernur Ganjar, dilansir media lokal.

Menurut Gubernur Ganjar mengutip pendapat pakar kesehatan, jika prosedur pemakaman jenazah Covid-19 sudah dilakukan maka tidak akan menimbulkan penularan.

“Virusnya ikut mati di sana. Yang penting jangan ikut melayat," tegasnya.

Menurut Ganjar stigmatisasi dan penolakan pasti akan menyakitkan baik keluarga korban.

Bupati Achmad Husein mengatakan perlu sosialisasi tata cara penangananan jenazah agar tidak menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.