Nasional

Setelah 73 tahun merdeka, Indonesia wujudkan keadilan global

Perjuangan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan darah dan air mata selama ratusan tahun

Pizaro Gozali İdrus  | 17.08.2018 - Update : 18.08.2018
Setelah 73 tahun merdeka, Indonesia wujudkan keadilan global Drum Band GITA ABDI PRAJA dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) terlihat saat mengikuti Upacara Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73 di Istana Merdeka, Jakarta, Indonesia pada 17 Agustus 2018. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Pizaro Gozali dan Erric Permana

JAKARTA

Hari ini, 17 Agustus 2018, Indonesia merayakan kemerdekaan ke-73. Republik yang dibangun dengan keringat, darah, dan air mata ini meraih kedaulatannya setalah 350 tahun dijajah bangsa lain.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada Jumat 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan Ramadan yang dibacakan Ahmad Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta. Kedua tokoh ini kemudian menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pertama.

Persiapan kemerdekaan dilakukan oleh para pejuang setelah tentara Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu setelah dijatuhi bom nuklir oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki pada 14 Agustus 1945.

Masa penjajahan

Kemerdekaan Indonesia tidak diraih dengan sekejap mata. Sejak abad ke-16 bangsa asing telah memasuki wilayah Nusantara. Pada tahun 1512 Portugis berhasil menguasai Ternate, di mana pada saat yang sama Spanyol sudah bersekutu dengan Tidore.

Bangsa Portugal dan Spanyol datang ke Indonesia dengan tujuan mencari emas dan mencari kekayaan (gold), mencari kejayaan (glory) dan menyebarkan agama Kristen (gospel).

Setelah itu Belanda menguasai Indonesia selama 350 tahun, sebelum akhirnya negara Kincir Angin – yang sempat menjadi produsen rempah-rempah terbesar di dunia itu – dikalahkan Jepang. Indonesia yang sebelumnya bernama Hindia Belanda itu dijajah negara Samurai Asia itu selama 3,5 tahun.

Penjajahan Belanda dimulai dengan berdirinya perusahaan dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada 1602. Berdirinya perusahaan BUMN Belanda tersebut untuk mempertahankan monopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

Sebagai nagara penjajah terlama, peran Belanda di Nusantara menjadi paling membekas. Saat menjajah, Belanda memonopoli rempah-rempah dan memperbudak warga dengan kerja paksa atau dikenal dengan nama rodi.

Kala itu, rakyat harus bekerja tanpa diberi upah dan makan sehingga banyak penduduk mati dan kelaparan.

Jenis pekerjaan yang mereka lakukan antara lain membuat fasilitas jalan atau jembatan, membangun benteng, menebang kayu, dan kerja di perkebunan.

Belanda juga melaksanakan sistem tanam paksa yang memaksa petani menanam komoditi ekspor seperti kopi, tebu, dan nila.

Hasil panen itu harus diserahkan kepada Belanda melalui harga yang sudah ditentukan penjajah.

Sontak, kehadiran Belanda pun mendapatkan respon masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.

Di Sumatera ada nama-nama seperti Tuanku Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, dan Teuku Umar. Di Jawa ada Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Diponegoro, dan Jenderal Sudirman. Di Sulawesi ada Pangeran Hasanuddin.

Bahkan dua organisasi Islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang berdiri pada masa penjajahan, aktif dalam melawan penjajahan.

Wilayah Indonesia yang kaya akan rempah-rempah juga mengundang Jepang masuk pada tahun 1942 di Kalimantan.

Awalnya, Jepang mengaku masuk ke wilayah Indonesia bukan untuk menjajah. Bahkan Jepang meyakinkan warga bahwa negaranya siap bekerja sama melawan Belanda.

Mereka datang ke Indonesia dengan membawa slogan tiga A: Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia, dan Jepang pelindung Asia.

Namun, seiring waktu, Jepang tak ubahnya seperti Belanda.

Negara di Asia Timur itu juga memberlakukan kerja paksa.

Dalam proyek yang berlangsung pada 1942-1945 ini, para petani dipaksa membangun proyek-proyek pembuatan jalan, jembatan, barak-barak militer, dan lain sebagainya.

Sedangkan para perempuan dipaksa menjadi budak seks Jepang atau terkenal dengan istilah Jugun Ianfu.

Namun sejarah kelam itu perlahan mulai berubah. Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah kepada pasukan Sekutu, setelah dua kota industri di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat.

Kekalahan Jepang dimanfaatkan para pejuang nasional untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Menyuarakan kemerdekaan global

Pengalaman sebagai bangsa terjajah membuat Indonesia memainkan peran di pentas global untuk melawan penjajahan dunia.

Langkah ini terlihat dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan ”Bahwa kemerdekaan itu ialah hal segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.

Pada 10 tahun usia kemerdekaannya, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955.

Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia mengirimkan wakilnya untuk mengikuti konferensi yang berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung itu.

Tujuan KAA antara lain untuk mempererat solidaritas negara-negara di Asia dan Afrika dan bertekad melawan kolonialisme barat.

Tak pelak, usai penyelenggaraan KAA, ada 30 negara Afrika yang merdeka.

Sejak itu, Indonesia pun berjanji akan berjuang untuk kemerdekaan Palestina, satu-satunya negara yang sejak KAA belum merasakan kemerdekaan.

Reputasi dunia

Kini 73 tahun usai kemerdekaan Indonesia, Presiden Indonesia Joko Widodo mengaku terus menciptakan perdamaian dunia.

Menurut Jokowi, sapaan Presiden, saat ini reputasi Indonesia sudah diakui di tingkat dunia.

Salah satunya dengan terpilih menjadi anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 pada Sidang Majelis Umum PBB Juni lalu.

Indonesia sendiri sebagai negara yang berada di wilayah Asia Pasifik mendapatkan 144 suara.

Presiden Jokowi mengatakan dengan dipilihnya Indonesia, maka pemerintahannya akan terus memperjuangkan Palestina.

"Indonesia terus berada di garis depan bersama dengan perjuangan bangsa Palestina untuk mencapai kemerdekaan dan hak-haknya," ujar Jokowi saat berpidato dalam rangka HUT ke-73 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan Sidang Bersama DPR dan DPD RI.

Dunia, kata dia, sangat menghargai rekam jejak diplomasi Indonesia, terutama diplomasi perdamaian dan diplomasi kemanusiaan Indonesia.

Di antaranya dengan menjadi tuan rumah pertemuan Trilateral Ulama Indonesia- Afghanistan-Pakistan sebagai sumbangsih Indonesia menciptakan perdamaian di Afghanistan.

Pertemuan Trilateral tersebut, kata Presiden, merupakan permintaan Afghanistan karena Indonesia dianggap netral dan tidak memiliki kepentingan politik apa pun.

"Selain itu, Indonesia juga menjadi tuan rumah dari Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia yang membahas Wasathiyyah Islam sebagai poros utama Islam dunia dan, untuk pertama kalinya, kita juga menyelenggarakan Indonesia-Afrika Forum," tambah dia.

‘Indonesia harus lebih berani

Namun banyak kalangan mengatakan Indonesia seharusnya bisa banyak berbuat membela hak-hak warga tertindas di kawasan.

Ketua Program Studi Hubungan Internasional UI Shofwan Al Banna berharap Indonesia tampil aktif mengatasi persoalan krisis Rohingya.

Menurut Shofwan, Indonesia bisa berbicara dengan Myanmar sebagai sesama anggota ASEAN. Namun, ketegasan Indonesia dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan.

“Indonesia sudah sopan santun, lemah lembut, namun yang dilakukan Myanmar memanfaatkan kelemahlembutan Indonesia untuk menjalankan kebijakan persekusinya yang masih terus berlanjut,” jelas Shofwan.

Menurut Shofwan, Indonesia harus berani bersikap menghentikan kekerasan di Myanmar. Apalagi sebagai pemimpin ASEAN, Indonesia memiliki kedekatan dengan Myanmar.

“Kalau menjadi teman tapi dengan itu justru menimbulkan dampak negatif bagi kemanusiaan, untuk apa?” kata Shofwan. “Teman yang baik seharusnya mengingatkan."

Sementara itu, dalam kasus di Filipina Selatan, pengamat internasional Al Chaidar mengatakan Indonesia seyogianya bisa berperan lebih dalam membangun stabilitas di Filipina Selatan.

Dia meyakini akan ada perubahan besar dengan diterapkannya Undang-Undang Bangsamoro yang baru saja ditandatangani Presiden Rodrigo Duterte.

“Sayang sekali jika Indonesia tidak terlibat, padahal dulu terbentuknya ARMM (Daerah Otonomi Muslim Mindanao) berdasarkan Jakarta Charter,” ujar Al Chaidar.

Sementara itu Gerakan Perlawanan Palestina Hamas meminta Indonesia membuka komunikasi dengan semua faksi di Palestina jika ingin memiliki pengaruh dalam kemerdekaan Palestina.

Hamas mengatakan Indonesia bisa mencontoh Turki dan Mesir sebagai dua negara yang punya pengaruh kuat di Palestina karena aktif berkomunikasi dengan seluruh kekuatan di Palestina.

“Mereka mau membantu perjuangan rakyat Palestina dan memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh besar di Palestina,” ujar perwakilan Hamas untuk wilayah Asia Muslim Imran.

Menurut Imran, Indonesia adalah negara yang diperhitungkan Amerika Serikat di samping Turki, Mesir, dan Malaysia.

Bahkan saat hendak memindahkan Kedubes ke Yerusalem, AS juga menyampaikan pandangannya kepada Indonesia.

“Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia punya peran besar membantu perjuangan rakyat Palestina,” kata Imran.

Imran juga menilai gerakan sipil di Indonesia belum sepenuhnya terlibat dalam isu Palestina.

“Di sini ada banyak organisasi-organisasi kemanusiaan yang memberi dana, tapi berapa banyak kelompok advokasi? tanya Imran.

Di tengah usia kemerdekaan yang mendekati delapan dekade, langkah nyata Indonesia masih harus dibuktikan secara nyata, sehingga keadilan global dapat diwujudkan.

Sebagaimana pembukaan UUD 1945 yang kerap dibacakan dalam perayaan HUT Kemerdekaan di Istana.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.