Nasional, Regional

ProFauna: Habitat gajah berkurang seiring meluasnya lahan sawit

Perluasan perkebunan sawit berlokasi dekat dengan habitat gajah, bahkan menggusur wilayah ekologi gajah

Hayati Nupus  | 02.07.2018 - Update : 03.07.2018
ProFauna: Habitat gajah berkurang seiring meluasnya lahan sawit Bayi gajah Sumatra yang baru lahir bermain dengan ibunya di Kamp Gajah Flying Squad di Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, Indonesia, pada 23 November 2017. Bayi gajah bernama Harmoni Rimbo lahir pada 21 November 2017, yang hasilnya perkawinan antara gajah liar dengan gajah betina jinak Flying Squad WWF dan Riau Natural Resource Conservation Centre (BBKSDA). Gajah Indonesia yang terancam punah terancam oleh menyusutnya habitat akibat deforestasi. Hanya 3.000 ekor gajah Sumatera yang diyakini masih ada di alam liar. (Wahyudi - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfokus pada pelestarian hutan dan satwa liar, Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) Indonesia, mengatakan meninggalnya gajah betina di Bengkulu dan gajah Bonita di Aceh, tak lepas dari dua hal yang saling berkaitan.

Dua hal itu, ujar pendiri PROFAUNA Indonesia Rosek Nursahid, yaitu perluasan sawit yang merambah habitat gajah dan perburuan gajah liar untuk diambil gadingnya.

“Kian masifnya perluasan perkebunan sawit berpengaruh terhadap berkurangnya gajah di Indonesia,” ujar Rosek, kepada Anadolu Agency, Senin.

Rosek mengatakan perluasan perkebunan sawit di Sumatra berlokasi dekat dengan habitat gajah. Bahkan menggusur wilayah yang dulunya menjadi daerah ekologi gajah.

“Gajah adalah satwa migrasi yang memiliki jalur-jalur lintasan khusus, yang bisa jadi jalurnya itu kini sudah menjadi perkebunan sawit,” kata Rosek.

Beberapa hari lalu, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu menemukan gajah Sumatra (Elephas maximus Sumatranus) yang mati di Hutan Produksi (HP) Air Teramang, Sungai Rumbai, Mukomuko, Bengkulu.

Gajah betina berusia 20 tahun itu ditemukan dalam kondisi membusuk dan terdapat pestisida di dalam tubuhnya.

Beberapa pekan sebelumnya, pemerintah juga mendapati gajah Bunta yang mati di Unit Respons Konservasi atau Conservation Response Unit (CRU) Serbajadi, Gampong Bunin, Aceh Timur. Pemerintah memperkirakan gajah jinak itu mati karena diracun.

Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan ada mafia besar yang beroperasi memburu harimau dan gajah sepanjang Waykambas, Lampung, hingga Aceh.

“Ini mafia besar, organized crime, saya tidak toleransi,” kata Wiratno, Kamis, di Jakarta.

Karena melibatkan mafia besar, kata Wiratno, proses hukum mafia satwa tersebut tak dapat berjalan mulus. Proses hukum sembilan kasus kematian gajah di Aceh belum tuntas hingga kini.

Saat ini KLHK bersama dengan kepolisian masih menyelidiki kasus gajah Bengkulu dan Aceh tersebut.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) Dunia mengatakan bahwa Gajah Sumatra saat ini berstatus kritis dan masuk dalam daftar merah spesies terancam punah.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın