Nasional

Pesantren Ngruki tepis stigma radikal dengan prestasi

Pesantren Ngruki yang didirikan terpidana kasus teror Abu Bakar Ba'asyir kini membentengi santrinya dari ajaran ekstrem

Pizaro Idrus  | 13.09.2017 - Update : 14.09.2017
Pesantren Ngruki tepis stigma radikal dengan prestasi Siswa-siswa di pesantren Ngruki sedang melakukan kegiatan menghafalkan al-Qur'an. (Foto: Istimewa)

Jakarta

Pizaro Gozali

JAKARTA

Nama Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, atau biasa disebut Ngruki kerap dikaitkan dengan aksi terorisme. Hal ini tidak lepas dari kasus pendiri Ngruki, Abu Bakar Ba’asyir yang menjadi narapidana terorisme karena terlibat pendanaan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar.

Pihak Ba’asyir melalui kuasa hukumnya, saat itu, menolak dakwaan jaksa karena menganggap pendanaan tidak bisa serta merta dikaitkan dengan tindak terorisme. 

Dari Solo, pengasuh Pesantren Ngruki sekaligus putra Abu Bakar Ba’asyir, Abdurrachim Ba’asyir, bersuara. Ia merasakan stigma ekstrem itu tak mudah hilang dari benak banyak pihak.

Padahal, kata dia, justru Pesantren Ngruki aktif membentengi santrinya dari ajaran ekstrem.

“Kita tak pernah mengajarkan paham mudah mengkafirkan di pesantren,” tegas dia kepada Anadolu Agency.

Seperti sekolah Islam formal lainnya, Pesantren Ngruki terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag), bahkan memperoleh akreditasi A. Pesantren Ngruki juga rajin meraih prestasi dalam Ujian Nasional (UN).

“Alhamdulillah Ngruki selalu masuk 3 besar dan 5 besar UN se-kabupaten,” jelas Abdurrachim.

Bahkan Pesantren Ngruki tak melihat adanya persoalan syariat dari upacara dan penghormatan bendera merah putih.

“Hasil kajian kami tak ada masalah dengan simbol bendera. Kita pun memasangnya di sini,” jelas dia.

Jadi, tambah Abdurrachim, “Apapun komentar orang, itu adalah pilihan syar’i kami.”

Terkait upaya pesantren membentengi santri dari pemahaman ekstrem, pesantren tak berkomunikasi khusus dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ataupun Kemenag.

Namun, ia tak pernah melarang jika kedua institusi tersebut datang ke Ngruki untuk meneliti. “BNPT pernah datang selama dua minggu dan melihat semua aktivitas yang ada,” ujar dia.

Pendekatan humanis dari pemerintah

Guna meredam pemikiran ekstrem, Kemenag sering menggelar pertemuan dengan pesantren-pesantren di Indonesia yang sudah terdaftar resmi.

“Istilah yang kami gunakan adalah pengarusutamaan konsep Islam Rahmatan Lil 'alamin,” ujar Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag.

Selain itu, Kemenag juga memiliki program pengiriman ustaz ke pesantren-pesantren di kawasan timur Indonesia.

“Tujuannya untuk melindungi pesantren dari pemahaman ekstrem,” jelas dia.

Ahmad mengaku tidak mudah meredam pemikiran ekstrem. Upaya itu perlu dilakukan secara bijak dan manusiawi.

“Kita lagi mencari format pendekatan lain yang mengedepankan sisi-sisi humanis,” ujar dia kepada Anadolu Agency.

Untuk meregulasi pesantren, Kemenag menetapkan dua unsur wajib yang harus dipenuhi pesantren, yakni Arkanul Ma’had (rukun pesantren) dan Ruhul Ma’had (ruh pesantren).

Arkanul Ma'had terdiri dari kiai, ustaz, asrama, masjid, dan kajian kitab.

Sedangkan Ruhul Ma'had antara lain semangat nasionalisme, keilmuan, keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah Islamiah, kemandirian, kebebasan dan optimisme, serta keseimbangan.

“Sementara izin pesantren harus dari Kementerian Agama,” tukas dia.​

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın