Nasional

Pakar: Rutan Mako Brimob tak cocok untuk teroris

Sementara itu, pengamat berujar klaim Daesh mengomando serangan juga patut diragukan

Hayati Nupus, Muhammad Nazarudin Latief  | 09.05.2018 - Update : 10.05.2018
Pakar: Rutan Mako Brimob tak cocok untuk teroris Sejumlah anggota Brigade Mobil (Brimob) melakukan penjagaan di depan Markas Komando Brimob jalan Akses Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Rabu 9 Mei 2018. Pejagaan ketat tersebut dilakukan akibat penyerangan dan penyanderaan anggota Brimob yang dilakukan oleh sejumlah tahanan teroris. ( Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

Muhammad Latief dan Hayati Nupus

JAKARTA

Rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tak cocok digunakan untuk menahan teroris, kata pakar.

Direktur Program Centre for Detention Studies Gatot Goei kepada Anadolu Agency pada Rabu mengatakan pelaku kejahatan dengan risiko tinggi seharusnya ditahan di tempat yang sesuai dengan profil mereka.

Selama ini, sebut Gatot, polisi sangat tertutup dengan kondisi rutan Mako Brimob sehingga tidak ada evaluasi apakah tempat itu cocok untuk menahan tahanan risiko tinggi atau tidak.

Rutan Mako Brimob, sebut Gatot, biasanya digunakan untuk menahan petugas kepolisian dengan pangkat tertentu yang terkena kasus hukum atau high profile yang jika ditempatkan di lapas umum akan membawa masalah.

“Tapi apakah rutan cocok dengan profil teroris yang punya kemampuan militer dan propaganda?” tukas Gatot.

Di tempat berbeda, pengamat terorisme Universitas Indonesia Ridwan Habib menyebutkan tahanan terorisme Mako Brimob ditempatkan di Blok B dan C.

“Kerusuhan semalam dimulai dari blok tahanan di Blok B,” ujar Ridwan kepada Anadolu Agency, Rabu.

Menurut Ridwan, mereka bukan narapidana terorisme seperti banyak disebutkan media, melainkan masih berstatus tahanan yang tengah menjalani proses persidangan.

Kerusuhan Selasa malam pun, kata Ridwan, tak dilakukan terencana oleh Daesh.

Daesh sempat mengklaim bahwa mereka dalang dari kerusuhan itu namun faktanya, sebut Ridwan, kejadian itu berlangsung spontan.

Para tahanan terorisme yang rusuh, ujar Ridwan, berhasil merebut senjata api sehingga banyak personel Brimob yang ditawan bahkan gugur.

“Dari situ cerita ini disebarkan ke jejaring di luar, diklaim ISIS [Daesh], padahal aksi spontan yang kebetulan berhasil,” tutur Ridwan.

Lebih jauh, Ridwan mengatakan bahwa tak ada komando tunggal Daesh di Indonesia. Saat ini mereka terpecah dalam sel-sel kecil yang melakukan operasi terorisme sendiri.

“Dengan sel-sel kecil begini aparat jadi lebih susah memantau,” kata Ridwan.

Ridwan mencatat ini kerusuhan keempat yang dilakukan tahanan terorisme di Mako Brimob. Sebelumnya, kerusuhan terakhir terjadi 10 November 2017 lalu. Saat itu tahanan terorisme merusak fasilitas rutan seperti menjebol pintu sel tahanan dan pintu pagar lorong blok C serta B.

“Tapi saat itu tidak ada perebutan senjata dan bisa ditangani dengan cepat,” kata Ridwan.

Lapas siap tampung

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami mengatakan pihaknya siap menerima tahanan dan narapidana kasus terorisme jika dipindah dari Mako Brimob.

“Kalau di sisi kami sendiri memang kami punya Lapas [lembaga pemasyarakatan] untuk itu. Intinya kami siap menerima mereka, memang tugas kami untuk itu,” ujar Puguh, di Kantor Kementerian Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Rabu.

Kemenkumham, menurut dia, memiliki Lapas untuk narapidana dengan risiko tinggi, yaitu di Lapas Pasir Putih, Kasongan, Langkat dan Gunung Sindur.

Kapasitasnya juga cukup, misalnya Lapas Pasir Putih yang bisa menampung 124 orang narapidana.

Menurut Puguh, Rutan Mako Brimob tidak ditangani langsung oleh Kemenkumham, namun bisa digunakan untuk menahan tahanan.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın