Nasional

N219 Nurtanio penanda kembalinya Lapan di dunia penerbangan

Pesawat N219 Nurtanio sesuai kebutuhan Indonesia sekaligus sarana mengembangkan sumber daya manusia di bidang penerbangan, kata Lapan

Hayati Nupus  | 10.11.2017 - Update : 10.11.2017
N219 Nurtanio penanda kembalinya Lapan di dunia penerbangan Pesawat Terbang Indonesia Baru N219 yang dinamakan Nurtanio oleh Presiden Indonesia Joko Widodo, terlihat dalam acara pengumuman resmi Hari Pahlawan Nasional di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, 10 November 2017. (Anton Raharjo-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA

Setelah 40 tahun tak lagi terdengar di dunia penerbangan, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) kini kembali.

Bersama PT Dirgantara Indonesia (PTDI), penggagas pesawat I Lapan XT-400 ini kini memproduksi pesawat N219 Nurtanio yang namanya baru disematkan oleh Presiden Joko Widodo hari ini di Jakarta.

Penggunaan nama Nurtanio, ujar Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, berdasarkan usulan Lapan.

Selain pernah menjabat sebagai Kepala Lapan pertama dan tokoh TNI Angkatan Udara, Mayor Nurtanio Prianggoadisurjo merupakan perintis industri penerbangan Indonesia.

Indonesia pertama kali memproduksi pesawat perang dari tangan Nurtanio.

Dengan nama NU-200 Sikumbang, pesawat ini murni diproduksi oleh anak Indonesia dan diuji terbang pada 1 Agustus 1954 di Lanud Sastranegara Bandung.

“Akhirnya usulan nama itu disetujui juga oleh Pak Presiden dan Komisaris,” kata Djamal.

Seperti Sikumbang, ujar Djamal, konsep hingga produksi N219 Nurtanio murni ditangani anak Indonesia. Komponen lokal yang digunakan pun hingga 60 persen.

Djamal mengatakan pesawat ini memang dirancang untuk bermanuver di daerah terpencil. Meski kecil, kata Djamal, namun pesawat ini dibutuhkan Indonesia, dengan teknologi tak terlalu rumit namun memenuhi standar teknologi baru.

“Lincah untuk terbang di antara bukit-bukit di Papua,” kata dia.

Digagas sejak 2006, kata Djamal, produksi pesawat ini sempat terkendala karena proses pengajuan anggaran yang lama.

Beruntungnya tahun 2014 Lapan memperoleh anggaran lebih, kata Djamal, sehingga prototipe pesawat ini bisa diproduksi.

N219 Nurtanio memiliki sederet keuntungan ketimbang pesawat lain. Selain memuat hingga 19 penumpang pesawat ini juga bisa mengangkut barang hingga kapasitas 2,3 ton.

Makanya, kata Djamal, pintu belakang pesawat ini lebih lebar, sengaja dibuat untuk memasukkan barang.

Terakhir kali Indonesia memproduksi pesawat N250 yang diuji coba terbang 10 Agustus 1995.

Generasi pembuat pesawat tersebut, kata Djamal, sudah banyak memasuki masa pensiun sementara generasi muda belum memiliki pengalaman memadai soal merancang hingga memproduksi pesawat.

“Makanya PTDI menggagas pembuatan pesawat ini, menjadi bagian dari membangun sumber daya manusia, pembelajaran sekaligus praktek bagi generasi muda,” kata dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın