Nasional

Menteri Wiranto: Pembelian 5.000 pucuk senjata salah komunikasi

Isu muncul saat Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengemukakan pembelian senjata mengatasnamakan Presiden Joko Widodo

Erric Permana  | 24.09.2017 - Update : 25.09.2017
Menteri Wiranto: Pembelian 5.000 pucuk senjata salah komunikasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto saat melakukan konferensi pers di Jakarta, Minggu, 24 September 2017. (Erric Permana - Anadolu Agency)

Jakarta

Erric Permana, Muhammad Latief

JAKARTA

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto membantah kebenaran informasi dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang adanya institusi di luar Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang akan membeli 5.000 pucuk senjata standar TNI yang mengatasnamakan Presiden RI Joko Widodo.

“Ada komunikasi yang belum tuntas,” kata Menteri Wiranto saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kesalahan komunikasi terjadi karena Panglima TNI merasa perizinan TNI diperlukan dalam pembelian senjata itu karena mengira senjata berstandar TNI, namun ternyata senjata yang dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) itu tak berstandar TNI.

Kesalahan informasi ini ditemukan Menteri Wiranto setelah mengonfirmasi kepada Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN. Dari keterangan yang dihimpunnya, Menteri Wiranto menyebut senjata yang diperkarakan adalah pengadaan senjata laras pendek buatan PT PINDAD yang dilakukan oleh BIN. Jumlahnya pun berbeda dari yang disebut Gatot, yakni hanya 500 pucuk saja.

“Senjata modifikasi non-standar TNI untuk keperluan pendidikan intelijen,” papar Menteri Wiranto.

Pengadaan ini, katanya lagi, tidak membutuhkan izin dari Mabes TNI ataupun kebijakan khusus dari Presiden Joko Widodo.

“Izin cukup dari Mabes Polri,” tambahnya.

Menteri Wiranto juga meminta agar pernyataan Panglima TNI tidak dijadikan polemik yang bisa membuat kisruh di masyarakat.

“[Jangan sampai] ada isu senjata untuk institusi lain karena pemerintah lepas kontrol dan ada isu pemberontakan. Saya bantah itu. Kita aman, saya jamin,” tandas dia.

Sebelumnya, pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmayanto memicu perdebatan panas di kalangan masyarakat. Saat bertemu dengan para purnawirawan jenderal pada Jumat, dia mengungkap ada institusi non-militer yang hendak mengimpor 5.000 pucuk senjata tanpa izin Mabes TNI.

Dalam pidatonya itu, Gatot juga menambahkan dengan ancaman akan menyerbu jika ada institusi yang memiliki senjata dengan kekuatan menembak tank atau pesawat.

Selepas pernyataan Gatot ini, komentar bermunculan mulai dari politisi hingga aktivis sosial. Rata-rata mereka menyayangkan pernyataan Gatot dan meminta penjelasan dari pemerintah.

Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik, melalui pernyataan tertulis pada Minggu mengatakan, panglima tidak sepatutnya membocorkan data intelijen, apalagi dengan isu yang sensitif.

“Seharusnya lapor presiden,” ujar dia.

Pembocoran data intelijen sendiri, menurut Rachland, merupakan pelanggaran Pasal 3 dan 17 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Kesalahan fundamental panglima yang lain, menurutnya, adalah ancaman “penyerbuan”, karena kewenangan tersebut hanya dipegang oleh otoritas sipil yang dipilih melalui pemilihan umum secara demokratis, yaitu presiden, dengan persetujuan DPR.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın