Kelompok radikal Indonesia gunakan internet sebar radikalisme
Kelompok radikal memakai internet untuk menyebar propaganda, merekrut anggota, melakukan pelatihan, membentuk kekuatan paramiliter, hingga mengatur tempat persembunyian

Jakarta Raya
Shenny Fierdha
JAKARTA
Polisi menduga bahwa kelompok radikal menyalahgunakan internet untuk mencapai sejumlah tujuan terkait dengan misi mereka dalam menebar paham radikal dan melakukan aksi terorisme.
Sejumlah tujuan itu yaitu untuk menyebar propaganda, merekrut anggota, melakukan pelatihan, mengatur persediaan logistik, membentuk kekuatan paramiliter, menggalang dana, merencanakan aksi teror, dan mengatur tempat persembunyian.
Propaganda yang dulunya disebar melalui pamflet atau buku, kata polisi, kini disebar melalui media sosial
Media sosial pun digunakan untuk merekrut orang yang memiliki ideologi radikal yang sama dan mau melakukan aksi teror.
"Kalau dulu yang sering direkrut ialah orang berpendidikan rendah dengan kekuatan ekonomi rendah, maka sekarang targetnya bergeser menjadi orang berpendidikan tinggi dan dari kalangan menengah atas," jelas Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Petrus Reinhard Golose dalam Seminar Internasional Program Doktoral Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian mengenai Cara Penanganan Terorisme di Jakarta, Kamis.
Pelatihan kepada anggota radikal lain pun tak hanya dilakukan secara tatap muka sebab kini sudah bisa dilakukan dengan memakai e-book dan e-learning.
Sejalan dengan itu, sebut Petrus, persediaan logistik kini disalurkan via transaksi online, tidak sebatas transaksi konvensional.
Kelompok radikal, lanjut dia, bisa mengumpulkan dana sendiri dengan menyalahgunakan uang amal maupun dengan melakukan tindak kejahatan siber.
Para anggota kelompok juga berinteraksi dengan pemimpin kelompoknya lewat internet untuk mengatur kekuatan paramiliter, merencanakan aksi teror, dan mengatur tempat persembunyian.
"Target serangan berubah. Yang tadinya menyasar orang Barat kini lebih menyasar pejabat pemerintahan maupun personel kepolisian," ungkap Petrus.
Untuk mengatasi penyalahgunaan internet oleh kelompok radikal, Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan strategi "community policing" yang juga melibatkan masyarakat dan instansi terkait untuk saling bertukar informasi sebagai bentuk deteksi dini terhadap radikalisme.