Nasional

Kekerasan fisik dan seksual masih hantui dunia pendidikan

Dari seluruh pengaduan yang diterima KPAI, 72 persen di antaranya menyoal kekerasan fisik

Shenny Fierdha Chumaira  | 19.03.2018 - Update : 20.03.2018
Kekerasan fisik dan seksual masih hantui dunia pendidikan Penandatanganan kesepakatan pencegahan kekerasan seksual dalam Women’s March Jakarta 2018. (Anton Raharjo - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Shenny Fierdha

JAKARTA

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima 72 persen pengaduan yang melaporkan kekerasan fisik dan dua persen pengaduan terkait kekerasan seksual terhadap murid di sekolah.

Semua pengaduan itu diterima di awal 2018.

"Bentuk kekerasan fisik itu misalnya seorang murid sekolah dasar di Sumatera Utara disuruh gurunya menjilat toilet sebagai hukuman," ungkap Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam konferensi pers mengenai kekerasan pada satuan pendidikan yang digelar di kantor KPAI, Jakarta, Senin.

Sementara itu, meski hanya dua persen pengaduan yang masuk ke KPAI terkait kekerasan seksual yang dialami murid di sekolah, angka ini tak boleh dianggap remeh sebab masih banyak lagi yang sebetulnya tidak melaporkan kasusnya ke KPAI.

Berdasarkan kasus yang dilaporkan ke KPAI, dia menyebutkan sejumlah tempat di sekolah yang pernah disalahgunakan oleh guru maupun oknum sekolah lain untuk melakukan kekerasan seksual terhadap muridnya antara lain toilet, ruang kelas, gudang tempat penyimpanan karpet di musola.

"Modus kekerasan seksual itu beragam, mulai dari iming-iming akan memberikan ilmu kebal kepada murid, mengatakan kepada murid bahwa ada makhluk halus yang bersemayam di tubuh murid sehingga harus diruqyah dengan cara disetubuhi," jelas Retno.

Menanggapi kondisi tersebut, KPAI merekomendasikan sejumlah hal.

Misalnya ada posko pengaduan semua bentuk kekerasan di sekolah-sekolah yang menjadi tempat aman bagi murid untuk melapor dan sekolah harus menjamin perlindungan serta keamanan bagi murid yang menjadi korban maupun saksi.

"Pendidikan kesehatan reproduksi juga harus diadakan mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai tingkat sekolah menengah atas. Baru-baru ini ada boneka yang mengajarkan anak sekolah dasar tentang pendidikan seksual. Jadi ketika dada dan kelamin boneka itu disentuh, boneka akan berteriak 'No' dan menangis," terang Retno.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga hendaknya gencarkan sosialisasi Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan yang di dalamnya memuat secara rinci jenis-jenis kekerasan di sekolah dan sanksinya.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın