Jumlah korban perdagangan manusia di Indonesia menurun
Angka kemiskinan yang tinggi, minimnya lapangan kerja dan rendahnya tingkat pendidikan menjadi penyebab tingginya jumlah perdagangan manusia

Jakarta Raya
Hayati Nupus
JAKARTA
Pemerintah mengatakan jumlah perdagangan manusia di Indonesia terus menurun.
Direktur Diseminasi Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan Ham Bambang Iriana Djajaatmadja mengatakan terdapat 103 kasus perdagangan manusia pada 2016. Angka ini lebih kecil ketimbang tahun 2015 sebanyak 123 kasus dan 2014 sebanyak 141 kasus.
“Cenderung menurun, tapi tetap tinggi,” ujar Bambang pada Jumat di Jakarta.
Sebagai negara asal, transit dan tujuan perdagangan manusia, kata Bambang, pemerintah menjadikan kasus ini sebagai kasus besar yang perlu diselesaikan dengan tuntas. Apalagi laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada 2011 mencatat Indonesia termasuk lapis kedua dalam standar perlindungan korban perdagangan orang.
“Ini bentuk kejahatan paling buruk, melanggar dan bertentangan dengan HAM,” kata Bambang.
Tingginya kasus perdagangan manusia di Indonesia, kata Bambang, tak lepas dari tingginya jumlah buruh migran Indonesia (BMI) di luar negeri. Sebanyak 1,9 juta dari 4,5 juta BMI tak memiliki dokumen atau masa izin tinggalnya sudah habis. Sebagian besar di antaranya merupakan perempuan.
Berdasarkan catatan International Organization for Migration (IOM) pada Juni 2017, di antara 6.940 korban perdagangan manusia di Indonesia, sebanyak 970 di antaranya anak perempuan dan 5.907 merupakan perempuan dewasa
“Mereka golongan paling rentan, juga bekerja dengan jam kerja berlebih tanpa disertai upah layak,” ujar dia.
Sumber persoalannya, kata Bambang, adalah tingginya angka kemiskinan dan minimnya lapangan kerja di Indonesia. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan mereka rentan menjadi target perdagangan manusia.
Indonesia sebetulnya sudah memiliki kebijakan mengenai perdagangan manusia, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Persoalannya, kata Bambang, penegakkan hukum atas kasus perdagangan manusia belum optimal. Sanksi hukum yang diberikan belum sampai memberikan efek jera.
Kasus ini juga tak mudah diungkap, kata Bambang, karena umumnya korban enggan bercerita. Selain itu Bambang melihat masih perlunya penyelarasan data jumlah korban antarinstitusi.
“Masih banyak persoalan mendasar, terutama dalam hal pencegahan dan penanganan, belum berbasis HAM dan victim centre,” kata Bambang.
UN Office on Drugs and Crimes Collie Brown mengatakan perdagangan manusia merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan jaringan luas. Oleh karena itu Collie menekankan pentingnya dukungan banyak pihak agar korban mau bersuara.
Collie juga menekan pentingnya perangkat hukum yang berfokus pada perlawanan terhadap perdagangan manusia dan penyelundupan buruh migran.
“Ratifikasi dan penegakkan hukum harus sejalan,” kara Collie.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.