Irak: Al-Sadr tolak bentuk pemerintahan berdasarkan sistem kuota
Sistem kuota awalnya dicetuskan oleh Paul Bremer, yang ditunjuk sebagai kepala Otoritas Sementara Koalisi (pemerintah interim pasca invasi) pada 2004

Baghdad
Hamdi Yildiz
BAGHDAD
Tokoh Syiah dan politikus Irak terkemuka, Muqtada al-Sadr, mengumumkan penolakannya untuk membentuk pemerintahan di Irak berdasarkan sistem kuota.
Lewat akun Twitter resminya, al-Sadr bercuit: "Kami tidak akan kembali ke awal. Kami tidak akan pernah kembali ke sekte, korupsi, sistem kuota, dan etnis,"
"Kami tidak akan bergabung dengan mereka jika mereka kembali ke sistem lama. Kami akan menentang mereka di parlemen," tambah dia.
Sebagian besar kekuatan politik Irak, termasuk Al-Wataniya, menyalahkan sistem politik kuota - yang seolah-olah ditujukan untuk memastikan perwakilan yang adil - atas kekerasan dan korupsi di Irak sejak invasi pimpinan AS pada tahun 2003.
Sistem kuota awalnya dicetuskan oleh Paul Bremer, yang ditunjuk sebagai kepala Otoritas Sementara Koalisi (pemerintah interim pasca invasi) pada 2004.
Di bawah sistem kuota, jabatan presiden diberikan untuk seorang Kurdi, perdana menteri untuk seorang Muslim Syiah, dan Ketua Parlemen untuk Muslim Sunni.
Setelah Pengadilan Federal Irak menyetujui hasil penghitungan ulang dari pemilihan parlemen 12 Mei, anggota parlemen akan mengadakan sidang pertama untuk memilih ketua majelis baru.
Dalam kurun waktu 30 hari sejak sidang itu, ketua majelis akan memilih presiden.