Indonesia cari solusi soal sampah plastik di laut
Setelah Tiongkok, Indonesia adalah negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia

Jakarta
IqbaL Musyaffa
JAKARTA
Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang sampah plastik di laut terbesar dunia merasa bertanggung jawab dan berupaya mencari jalan keluar. Hal ini disampaikan oleh Direktur Kerja Sama Eksternal ASEAN Kementerian Luar Negeri Benny Siahaan, Senin.
“Kami ingin menyelesaikan masalah ini. Tapi tidak bisa sendiri, harus bersama-sama negara lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan lokakarya terkait sampah plastik di laut yang diikuti oleh perwakilan negara serta akademisi dari negara-negara ASEAN dan tiga negara mitra yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Forum ini digunakan untuk mencari solusi dalam mengurangi peredaran sampah plastik yang terbuang dan mencemari laut.
Selain itu, pada forum East Asia Summit (EAS) yang akan digelar di Manila pada 6-7 September mendatang, “Kami akan membentuk komitmen penyelesaian masalah sampah plastik di laut,” lanjut Benny.
Berdasarkan data dari Jambeck Research Group tahun 2015, Indonesia menyumbang 1,29 juta metrik ton per tahun sampah plastik ke laut. Jumlah ini terbesar kedua setelah Tiongkok dengan sumbangan sampah ke laut yang mencapai 3,53 juta metrik ton per tahun.
Di kesempatan yang sama, peneliti oseanografi LIPI Muhammad Reza Cordova mengatakan, estimasi produksi plastik per tahun mencapai 1,65 juta ton, 10 persen di antaranya berubah menjadi sampah yang terbuang ke perairan laut Indonesia.
“Pada kenyataannya, polusi sampah plastik di perairan Indonesia sangat menakutkan. Sehingga penelitian dan pengembangan manajemen sampah plastik menjadi isu penting di Indonesia,” urai Reza.
Reza menambahkan, Kementerian Koordinator Maritim dalam ajang World Ocean Summit 2017 berkomitmen untuk mengalokasikan dana Rp 13 triliun hingga 2025 untuk mengurangi sekitar 70 persen sampah plastik di laut. “Keseriusan lainnya adalah dengan dibuatnya rencana aksi nasional untuk mengontrol sampah plastik.”
Belajar dari Korea
Sementara itu, peneliti dari Yonsei University Korea Selatan Sangbum Shin mengatakan Korea Selatan telah melarang pembuangan sampah ke laut sebagai bentuk implementasi domestik dari perjanjian lingkungan internasional serta desakan dari masyarakat sipil Korea yang sadar bahaya sampah plastik yang terbuang ke laut.
“Sebelum dilakukan secara menyeluruh, pelarangan buang sampah ke laut dilakukan secara bertahap,” kata Shin. Meski, laut Korea Selatan tak sepenuhnya bersih dari sampah. Masih ada sampah di perairan Korea yang berasal dari aliran sungai atau buangan dari kapal pengangkap ikan di perairan internasional.
Menurutnya, sebagai negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development, Korea merasa malu bila masih membiarkan pembuangan sampah ke laut karena negara anggota lainnya sudah berkomitmen untuk melarangnya.
Komitmen masyarakat bersama pemerintah Korea untuk mengurangi sampah di laut terlihat dengan berhasilnya negara ini tidak masuk ke dalam 20 besar negara penghasil sampah plastik di laut.
Komitmen yang sama juga diharapkan dari masyarakat Indonesia. Saat ini, pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan styrofoam yang merupakan jenis sampah yang paling banyak mencemari laut. “Saat ini penggunaan styrofoam untuk kemasan sudah berkurang, setelah Bandung menjadi kota pertama yang melarang penggunaannya,” ujar Reza.
Tentu saja, komitmen dari pemerintah ini juga mesti dibarengi dengan komitmen dari seluruh rakyat Indonesia untuk mengurangi pemakaian plastik, sehingga mengurangi limbah buangan plastik ke laut kita.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.