Nasional

Ikatan psikologis pemilih Indonesia terhadap partai politik rendah

Pemilih Indonesia cenderung pemilih terbuka, bisa dibujuk oleh partai manapun. Artinya perlu usaha lebih keras terhadap swing voter ini

Megiza Soeharto Asmail  | 02.01.2018 - Update : 02.01.2018
Ikatan psikologis pemilih Indonesia terhadap partai politik rendah Direktur Utama Saiful Mujani Reseaech and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan memaparkan hasil survei tentang elektabilitas partai dan calon presiden pada Pemilihan Umum Legislatif Presiden 2019 mendatang, di Jakarta, Selasa, 2 Januari 2017. (Megiza Asmail-Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Megiza Soeharto Asmail

JAKARTA 

Ikatan psikologis warga Indonesia dengan partai yang berpartisipasi dalam pemilihan presiden secara umum dinilai sangat rendah.

Dibanding dengan negara-negara lain yang menganut bentuk pemerintahan demokrasi, Indonesia masuk dalam peringkat bawah.

Berdasarkan catatan Comparative Study of Electoral Systems (CSES) yang digunakan oleh lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Belgia, Australia dan Israel adalah tiga negara teratas yang berhasil membuat warganya merasakan kedekatan dengan partai.

“Secara umum tren kedekatan dengan partai (PartyID) di Indonesia hanya sekitar 12 persen dan tidak mengalami kemajuan. Jadi, hanya sekitar 1 dari 10 pemiih Indonesia yang punya ikatan psikologis dengan partai,” kata Direktur Utama SMRC Djayadi Hanan di Jakarta, Selasa.

Djayadi memaparkan, dari data CSES, Belgia memiliki persentase PartyID tertinggi dengan angka 95 persen, kemudian Australia 84 persen, Israel 64 persen, serta Selandia Baru dan Amerika Serikat yang sama-sama berada di angka 57 persen.

SMRC menilai, tinggi-rendahnya PartyID di satu negara berpengaruh pada jumlah swing voter pada pemilihan legislatif.

Di Indonesia sendiri, Djayadi mengatakan, kekuatan partai yang berpartisipasi dalam pileg berubah tajam dari pemilu ke pemilu.

“Pemilih Indonesia cenderung pemilih terbuka, bisa dibujuk oleh partai manapun. Artinya perlu usaha lebih keras terhadap swing voter ini,” ujar Djayadi.

Swing voter paling banyak di Partai Demokrat

Dari survei yang dilakukan SMRC pada kurun waktu 7-13 Desember 2017, terlihat bahwa swing voter paling banyak dialami oleh Partai Demkrat yakni sebanyak 51 persen.

Di belakangnya, mengikuti PAN dengan 50 persen, PPP dan Hanura yang memiliki 47 persen, Gerindra sebanyak 45 persen dan Golkar 38 persen.

“Sedangkan partai yang paling sedikit swing voter-nya adalah PDIP sebanyak 23 persen dan PKS 20 persen. Hanya saja, pemilih PKS pergi sekitar 20 persen dan belum mendatangkan pemilih baru yang berarti,” tutur Djayadi.

Dengan persentase tersebut, SMRC menegaskan swing voter PDI-P paling rendah karena partai pengusung Presiden Joko Widodo ini mampu menarik pemilih dari partai lain dalam jumlah yang lebih besar dari pada pemilih yang meninggalkannya.

Djayadi memaparkan, berdasarkan survei nasional pada akhir tahun 2017, bertambahnya suara pemilih PDI-P dikarenakan partai tersebut adalah partai utama pendukung Presiden Joko Widodo.

“Selain itu, pemilih partai lain pindah ke PDI-P juga dikarenakan alasan bahwa PDI-P sebagai pelanjut perjuangan Soekarno,” sebut Djayadi.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın