Cara Jakarta kurangi dampak limbah B3
Limbah B3 berbahaya bagi kesehatan dan masa depan generasi mendatang

Jakarta Raya
Hayati Nupus
JAKARTA
Beragam limbah elektronik (a-waste) itu menumpuk di gudang belakang kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Barang rongsokan itu termasuk, aneka jenis ponsel, kulkas, televisi, laptop, baterai, AC, penanak nasi, dan beragam peralatan elektronik yang kerap dipakai warga sehari-hari.
“Ini barang-barang hasil program penjemputan limbah elektronik Pemprov DKI,” ungkap Kepala DLH DKI Jakarta Isnawa Adji kepada Anadolu Agency, baru-baru ini.
Sudah sejak Maret 2017 lalu DLH DKI Jakarta menerbitkan layanan penjemputan limbah elektronik. Layanan gratis ini berlaku bagi warga DKI Jakarta, dengan syarat mengumpulkan minimal lima kilogram limbah elektronik.
Tujuannya, kata Isnawa, untuk mencegah pencemaran lingkungan sekaligus membangun kesadaran warga DKI akan bahaya limbah berkategori bahan beracun berbahaya (B3).
Layanan ini pun berlaku hanya bagi rumah tangga. Layanan ini tak berlaku bagi industri atau perkantoran yang sudah seharusnya mengelola limbahnya sendiri.
DLH DKI Jakarta telah menempatkan tempat penampungan (drop box) di sejumlah kecamatan.
Tak disangka, kata Isnawa, antusiasme masyarakat cukup baik, meski tetap saja belum maksimal. Isnawa mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2018 saja, terkumpul 15.920 potong dari 70 macam limbah elektronik.
Limbah terbanyak berupa charger, sebanyak 2.422 buah. Disusul lampu bohlam 1.258 buah dan baterai 1.015 buah.
Sebagian barang-barang yang terkumpul itu berukuran relatif besar, seperti kulkas dan televisi. Sehingga drop box penuh dalam waktu cepat dan mengungsi hingga ke kantor DLH DKI Jakarta.
Periode lalu, untuk mengolah limbah yang diperoleh, DLH DKI Jakarta bekerja sama dengan perusahaan jasa pengolahan limbah industri kategori B3 seperti PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dan PT Mukhti Mandiri. PPLI mendapat jatah mengolah limbah elektronik seperti ponsel, sedang limbah logam lainnya diolah oleh Mukhti Mandiri.
Tahun ini, ujar Isnawa, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menggelar tender jasa pengolahan limbah. Jika tender itu rampung, perusahaan pemenang tender dapat segera mengolah limbah-limbah elektronik yang kini sudah bertumpuk.
Jakarta diserbu jutaan limbah elektronik
Jakarta diserbu jutaan limbah dan calon limbah setiap harinya, kata Isnawa. Hal itu tampak dari beragam barang elektronik dalam jumlah tak sedikit yang masuk dan dikonsumsi warga Jakarta.
“Setelah rusak atau masa pakainya habis, barang-barang elektronik akan menjadi sampah, dan akan membebani kita semua,” keluh Isnawa.
Dalam skala Indonesia, limbah elektronik yang dihasilkan juga begitu besar dan meningkat tiap tahunnya. Laporan The Global E-Waste Monitor 2017 Quantifies, Flows and Resources yang dirillis United Nations University bersama Internasional Telecommunication Union dan International Solid Waste Association (ISWA) menyebutkan penduduk Indonesia menghasilkan 1,274 juta ton limbah elektronik atau rata-rata 4,9 kilogram per kapita sepanjang 2016. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat ketimbang dua tahun sebelumnya yang hanya 2,9 kilogram saja per kapita.
Setelah menjadi limbah, barang-barang yang mengandung logam berat seperti timbal, cadmium, merkuri dan berilium itu akan teronggok di tempat pembuangan akhir atau dibuang warga ke sungai. Jika limbah tersebut terpapar air atau panas, logam berat yang terkandung di dalamnya dapat terlepas dan mencemari lingkungan.
“Atau kalau sampah itu dibakar, asapnya mengandung limbah B3 dan berbahaya jika terhirup,” kata Isnawa.
Ujung-ujungnya manusia juga yang terkena dampak buruknya. Merkuri yang digunakan dalam lampu neon atau monitor layar datar, misalnya, tutur Isnawa, dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf, ginjal dan otak. Merkuri ini juga dapat mewarisi bayi yang lahir atau lewat ASI.
DLH DKI Jakarta masih juga menemukan warga yang enggan menyerahkan limbahnya. Ketimbang diserahkan begitu saja, warga lebih memilih menjual barang bekas itu ke tukang loak yang kemudian diolah secara serampangan.
Isnawa mengatakan umumnya tempat pengolahan limbah tak resmi malah berbahaya. Tempat tersebut tak menggunakan mekanisme dan prosedur standar pengolahan limbah B3. Seperti memenuhi persyaratan pembakaran dengan panas minimal 1.000 derajat celcius agar toxicnya hancur dan tak menggunakan masker saat bekerja.
Isnawa memperkirakan kian banyaknya anak yang lahir dalam kondisi cacat merupakan dampak buruk pencemaran lingkungan akibat limbah B3.
“Bisa saja, cuma belum pernah ada yang meneliti itu secara langsung,” kata Isnawa.
Menunggu ketok palu peraturan turunan
Sebetulnya, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan setiap perusahaan untuk bertanggung jawab atas limbah hasil produksinya sendiri. Amanat itu juga tertuang dalam Peraturan pemerintah Nomor 105 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Sayangnya, kata Isnawa, belum ada peraturan turunan setingkat menteri yang mengatur tegas agar tak ada lagi perusahaan yang mangkir. Penerbitan peraturan turunan itu masih terganjal pembahasan antar-kementerian.
“Kami masih menunggu kebijakan turunannya, program penjemputan limbah elektronik ini sebetulnya hanya itikad Pemda DKI saja untuk mengurangi dampak buruk limbah B3,” turut Isnawa.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta mengapresiasi positif inisiatif penjemputan limbah elektronik ini. Di Indonesia, baru Jakarta yang memiliki kebijakan pengumpulan limbah elektronik sekaligus pengalokasian ke perusahaan pengolahan limbah.
Sayangnya, ujar Ketua Dewan Daerah WALHI Jakarta Moestaqiem Dahlan, program ini masih minim sosialisasi. Masih banyak limbah-limbah B3 menumpuk di sekitar pemukiman warga. Oli berceceran di sekitar bengkel dan terbuang ke got warga, juga baterai serta aki menumpuk di tempat sampah.
“Karena masih banyak masyarakat yang belum paham bahaya limbah B3, jadi hal itu tampak biasa,” ujar dia.
Moestaqiem menekankan pentingnya edukasi kepada warga soal bahaya pencemaran lingkungan, terutama akibat limbah B3. Agar warga dapat membatasi penggunaan barang tak perlu yang mengandung logam berbahaya. Sekaligus menyerahkannya untuk diolah setelah tak lagi bisa digunakan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.