BMKG: Tsunami Selat Sunda dipicu cuaca, erupsi Gunung Anak Krakatau
Sebelum terjadi tsunami, BMKG sudah memberikan peringatan dini soal gelombang tinggi di perairan Selat Sunda yang berlaku sejak tanggal 22 hingga 25 Desember 2018

Jakarta Raya
Pizaro Gozali
JAKARTA
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Minggu menyebutkan bahwa peristiwa tsunami di Selat Sunda tidak dipicu oleh gempa bumi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan tsunami yang terjadi pada Sabtu merupakan gelombang tinggi yang dipicu karena cuaca.
Sebelum terjadi tsunami, BMKG sudah memberikan peringatan dini soal gelombang tinggi di perairan Selat Sunda yang berlaku sejak tanggal 22 hingga 25 Desember 2018.
BMKG mencatat gelombang tinggi diperparah oleh hujan lebat dan angin kencang yang terjadi di perairan Anyer sejak pukul 09.00 hingga 11.00 WIB.
Berdasarkan pengamatan tidegauge (sementara), gelombang tsunami terjadi di empat lokasi di Banten dan Lampung, yakni tidegauge Serang di Pantai Jambu, Desa Bulakan, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang tercatat pukul 21.27 WIB dengan ketinggian 0,9 meter.
Lalu, tidegauge Banten di Pelabuhan Ciwandan, Kecamatan Ciwandan tercatat pukul 21.33 WIB dengan ketinggian 0,35 meter.
Selanjutnya tidegauge Kota Agung di Desa Kota Agung, Kecamatan Kota Agung, Lampung tercatat pukul 21.35 WIB dengan ketinggian 0,36 meter.
Terakhir, tidegauge Pelabuhan Panjang Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung tercatat pukul 21.53 WIB dengan ketinggian 0,28 meter.
Gelombang tinggi dan Gunung Anak Krakatau
Selain karena cuaca, tsunami juga dipicu karena erupsi Gunung Anak Krakatau yang terjadi pukul 21.03 WIB. Namun karena seismometer rusak maka tidak diduga akan terjadi tsunami.
Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan oleh aktivitas gempa bumi tektonik, namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi ± 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pada pukul 21.03.24 WIB.
BMKG mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Juga diimbau untuk tetap menjauh dari pantai perairan Selat Sunda, hingga ada perkembangan informasi dari BMKG dan Badan Geologi," kata Dwikorita.