Belajar bersendawa demi bisa kembali bersuara
Pita suara para mantan perokok itu diangkat agar tumor ganas tak menyebar ke organ tubuh yang lain

Jakarta Raya
Surya Fachrizal
JAKARTA
Sekelompok orang tua terlihat berkumpul di Klinik Telinga Hidung Tenggorok (THT) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) siang itu. Mereka sedang menjalani pengobatan. Tetapi bukan masalah gangguan pendengaran yang umum dialami orang-orang tua.
Belajar berbicara. Mereka belajar merangkai kata menjadi kalimat. Lagi-lagi, bukan karena buta aksara di usia senja, tapi karena kehilangan suara akibat tumor ganas yang berkembang di pita suara mereka.
Beberapa orang tua itu tampak berusaha keras untuk dapat bersendawa. Suara yang keluar hampir sama. Sama seperti Robot. Ya, suara mirip robot itu terdengar karena suara mereka tidak dihasilkan dari pita suara.
“Mereka bersuara dengan cara bersendawa,” kata Helena, terapis wicara nesofagus yang membimbing para pasien tersebut, kepada Anadolu Agency, 15 November 2017.
Helena mengatakan para peserta latihan wicara nesofagus adalah para mantan penderita kanker pita suara atau dikenal dengan kanker laring.
Tumor ganas yang tumbuh di pita suara akhirnya membuat pita suara mereka harus diangkat agar tidak menyebar ke organ-organ lainnya.
Kehilangan pita suara berarti lenyap juga suara mereka. Karena itu mereka harus mencari cara alternatif untuk tetap berkomunikasi dengan orang lain.
Helena menjelaskan, terapi wicara esofagus adalah latihan menimbulkan bunyi dengan cara bersendawa. Karena dihasilkan di organ esofagus yang terdapat di kerongkongan, maka suara yang dihasilkan disebut wicara esofagus.
“Biasanya orang bersendawa usai makan atau minum secara tidak sengaja. Maka di sini kita latih pasien agar bisa sengaja bersendawa,” jelas Helena.
Bunyi yang didapat dari sendawa diolah menjadi kata-kata. Bahkan bisa hingga menjadi beberapa kalimat dalam sekali bersendawa.
Mereka yang bisa bicara nasofagus secara natural, artinya mereka bersendawa hingga ratusan kali dalam sehari. Waktu yang dibutuhkan untuk menguasai teknik wicara atau bicara esofagus sangat variatif.
“Ada yang dua minggu sudah bisa berkata-kata, ada juga yang dua tahun,” kata Helena.
Seorang peserta latihan siang itu adalah Umar, 60 tahun. Dia hadir untuk membimbing pasien-pasien yang baru belajar bicara esofagus.
“Setelah tiga sampai empat bulan latihan, saya bisa bicara lagi,“ kata Umar yang mengalami pengangkatan pita suara pada 2014.
Umar mengaku nyaris tidak ada kesulitan dalam mempelajari teknik wicara esofagus. Baginya, yang utama adalah kemauan kuat untuk terus berlatih bersendawa.
Saat awal-awal latihan, Umar mengaku bisa 400 kali bersendawa dalam sehari. Hingga dia bisa membentuk sendawa menjadi suara bicara.
“Jadi suara saya sekarang suara sendawa,” pungkasnya.
Selain diajak berlatih bersendawa, Helena dan timnya juga mengajak peserta latihan wicara esofagus bernyanyi.
Lagu-lagu yang dipilih adalah yang bertempo cepat dan tinggi, supaya mudah diikuti. “Tujuannya agar membuat mereka senang dan semangat,” jelasnya.
Menderita karena 'kenikmatan' rokok
Spesialis THT Kepala Leher RSCM dr.Arie Cahyono, Sp.THT-KL, mengatakan kanker laring adalah sejenis tumor ganas yang tumbuh di pita suara.
Kanker tersebut mengganggu fungsi pita suara dan membuat suara menjadi serak.
“Jika sudah kronis, nafas menjadi sesak. Sehingga harus dibuat lubang di leher untuk lubang pernafasan,” kata Arie.
Dia menambahkan, hingga kini belum dipastikan penyebab utama kanker laring.
Tetapi semua penderita kanker laring adalah perokok. “Baik itu perokok aktif atau pun perokok pasif,” ujar dia.
“Saya merokok sejak remaja hingga usia 59 tahun saat saya dioperasi,” kata Dajilan, 75 tahun, seorang mantan penderita kanker laring yang juga mengikuti latihan.
“Kalau saya merokok sejak usia 14 tahun hingga usia 47 tahun,” kata Umar pasien lainnya.
Arie menambahkan, jika di Indonesia penderita kanker laring adalah perokok, maka di negara Barat penderitanya adalah perokok dan peminum alkohol.
“Kadang salah satunya; peminum alkohol atau perokok.”
Kata Arie, di Indonesia belum ada angka populasi penderita kanker laring.
Tetapi kanker laring menempati peringkat ketiga di bidang penyakit THT setelah kanker nasofaring dan kanker sinus parenasal.
Di Amerika, 8,5 persen dari 100 ribu laki-laki menderita kanker laring. Sedangkan untuk perempuan adalah 1,5 persen dari 100 ribu.
Arie menjelaskan, jika ditangani lebih awal di stadium awal pita suara masih bisa diselamatkan. Tapi kalau sudah lanjut dan kanker sudah menyebar, maka tidak bisa lagi diharapkan.
Arie menyarankan, jika seseorang -khususnya perokok- menderita suara serak lebih dari dua minggu, segeralah berobat ke dokter THT untuk menjalani pemeriksaan pita suara.
“Dengan deteksi dini, tingkat kecacatan bisa rendah,” kata Arie.